Aghi Ayo Onam atau Ayo Zora; Antara Masalah dan Ibadah

KAMPAR, KAMPARTRAPOST.COM – Tak terasa kurang lebih sudah dua tahun saya menamatkan pendidikan di salah satu pondok pesantren di Bangkinang, yaitu Ponpes Daarun Nahdhah. Ada banyak kenangan yang saya dapatkan ketika menuntut ilmu di sana, baik itu kenangan indah, memori buruk, bahkan kenangan tentang ‘kamu’. Iya kamu. Eh, wes intine pengalaman banyak lah pokoknya.

Diantara pengalaman itu adalah menjalankan salah satu tradisi masyarakat setempat (Bangkinang Seberang), yakni Aghi Ayo Onam yang kebetulan sudah dilangsungkan beberapa waktu lalu.

Secara kebetulan, kemarin saya dihubungi oleh beberapa kolega yang bermaksud menanyakan perihal Aghi Ayo Onam tersebut. Sebetulnya, saya masih belum pantas menjawab perihal tersebut dikarenakan minimnya ilmu yang saya miliki. Namun berkat dorongan dari beberapa orang, maka saya akan menjawabnya sesuai dengan keilmuan yang saya punya. Melalui tulisan ini, saya membukakan pintu diskusi selebar-lebarnya bagi para pembaca yang ingin menyampaikan pandangannya.

Baca juga: Riau Berhasil Raih 6 Penghargaan Pariwisata Indonesia

Hal pertama yang harus kita ketahui adalah, apa sebetulnya maksud dari Aghi Ayo Onam atau Aghi Ayo Zora itu?”

Jika kita mengubah kalimat tersebut kedalam bahasa Indonesia, maka Aghi dan Ayo berasal dari kata ‘hari’ dan ‘raya’, sedangkan ‘Onam’ berarti ‘Enam’, dan ‘Zora’ berarti “ziarah”. Jadi, Aghi Ayo Onam atau Aghi Ayo Zorah berarti ‘hari raya enam’ atau ‘hari raya ziarah’.

Dari namanya, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Aghi Ayo Onam/Zora adalah hari raya yang dilaksanakan setelah berakhirnya puasa hari ke-6 di bulan syawwal. Hari raya ini biasanya diisi dengan kegiatan menziarahi kuburan atau makam para kerabat.

Setelah kita membahas hal mendasar di atas, maka muncul pertanyaan, apakah hari raya ini dikategorikan salah satu ibadah dalam agama Islam? Atau justru sebaliknya?

Baca juga: Wisata Batu Tilam Kampar Dianugerahkan Peringkat Terbaik Satu Kategori Surga Tersembunyi Terpopuler

Di sini, kita akan bahas dalam dua sudut pandang berbeda, lalu kemudian akan kita cari kesimpulan darinya.

1. Dari sudut pandang pihak yang mempermasalahkan Aghi Ayo Onam

Ada beberapa aspek yang menjadi landasan pihak yang menganggap bahwasanya hari raya ini adalah suatu hal yang baru dalam Islam. Di antaranya:

– Adanya fatwa dilarangnya hari raya ke delapan oleh Syekh Utsaimin dan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Kedua ulama ini menganggap di dalamnya ada takbiran dan setelahnya terdapat solat pengganti hari raya nya sholat duha berjamaah dan ibn Utsaimin mengatakan bahwasanya hari raya yang di adakan di lakukan di hari ke delapan bulan syawwal ini dengan عيد الأبرار  (hari raya para kiyai)

Baca juga: Penampakan Rundown Acara Puan Tak Undang Ganjar Ditulis: Kecuali Gubernur

– berlandaskan perkataan Ibnu Abbas

لا يأتي على الناس عام إلا واحدثوا فيه بدعة وامتوا فيه السنة حتى تحي البدع وتموت السنن

(Tidaklah berlalu suatu tahun di dalam kehidupan manusia, kecuali terdapat sebagian mereka melakukan bidah dan mematikan Sunnah sehingga bidah itu benar-benar hidup di dalam kehidupan mereka dan Sunnah benar-benar mati). Dalam artian di dalamnya terdapat perbuatan bid’ah dan tidak ada pada zaman Rasul sahabat tabiin dan itba’ tabiin.

– Penamaan hari raya yang bertentangan dengan hari raya dalam Islam, yang hanya ada hari raya idul Fitri dan idul adha.

2. Dari segi ibadahnya.

Dari segi peribadatan sendiri, di sini saya akan membahas beberapa hal yang menjadi fokus utamanya yaitu :

– firman Allah SWT: وأما بنعمة ربك فحدث (dan terhadap nikmat tuhanmu, maka hendaklah engkau ungkapkan).

Mengapa hari raya ini di implementasikan terhadap nikmat Tuhan? Itu karena kita sudah melaksanakan puasa yang setra pahalanya dengan satu tahun berpuasa, dan hadist nya pun jelas, bagaimana menghitung nya? Kita melaksanakan 30 hari dalam bulan Ramadhan puasa, maka 1 hari kita mendapatkan ganjaran 10 kali pahala puasa tersebut, sebagai mana dalam Islam الحسنة بعشر أمثالها (satu kebaikan itu sama dengan 10 ganjarannya) maka setelah kita melaksanakan puasa kita sudah melaksanakan 300 hari puasa, maka dengan melaksanakan 6 hari puasa Syawal maka lengkaplah sudah kenikmatan 1 tahun atau 360 hari pahala puasa kita. Maka dengan adanya hal tersebut, kita sepatutnya bersyukur kepada Allah

– ungkapan syukur itu di ungkapkan dengan makan bersama berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara. Dengan berkumpul nya sanak saudara, maka di adakan ziarah kubur, kenapa dengan ziarah kubur?

1. Supaya yang muda muda tau bahwasanya mereka mempunyai keluarga yang sudah mendahuluinya.

2. Supaya dengan di adakannya ziarah kubur ini mengingatkan akan kematian, Manusia bersal dari tanah dan akan kembali ke tanah.

– penamaan hari raya ini hanya sebagai bentuk “penamaan tradisi saja” bukan bermaksud “menambah hari raya dalam Islam”

– adat yang tidak melenceng dari syari’at boleh di amalkan, apalagi adat tersebut di tambah di dalamnya berbagai macam ibadah seperti membaca Yasin, mendoakan orang yang sudah meninggal, mempererat silaturahmi dan lain lagi

Jadi sekarang timbul pertanyaan dan merupakan inti dari tulisan ini, apakah hari raya enam ini “salah”?

Jika antum tanya pendapat saya, maka saya akan menjawab nya dengan beberapa hujjah yang saya miliki sesuai keilmuan saya, yaitu :

1. Hari raya enam itu bukanlah suatu bentuk peribadatan yang harus ada tuntunannya dari kanjeng nabi, akan tetapi di ambil dari nilai-nilai syariat dan itu merupakan bentuk “tradisi” yang memang tidak bertentangan dengan syariat Islam, di bawah ini sudah saya cantumkan kaedah usul fiqih yang menjelaskan hal tersebut, yang Alhamdulillah saya berlajar di darun bersama Abuya Samsul Bahri dan Abuya Johari Ari.

Baca juga: Ketahuan sedang mempersiapkan aksi pembantaian, Rusia menghukum pria berusia 20 tahun dengan penjara

2. Ulama besar Makkah syekh Sayyid Alawi al-Maliki al-makki mengatakan  di dalam kitabnya مفاهيم يجب أن تصحح yang juga menjelaskan masalah perbedaan antara ibadah dan tradisi atau عادة ketika beliau menjawab masalah maulid nabi, yang memang tradisi ini mustahil ada contohnya dari nabi seperti ibadah karena adat ini di ambil dari nilai-nilai syariat dan tidak bertentangan dengan syariat sehingga muncullah qaedah fiqihnya محكمة العادة

3. Tidak adanya tuduhan di mana terdapat “takbiran” di dalam hari raya “tradisi” tersebut, dan apa salahnya solat duha berjamaah??

Maka di sini saya simpulkan menurut sedikit nya ilmu yang saya punya bahwasanya hari raya enam atau hari raya ziarah itu tidak bertentangan sama sekali dengan syariat bahkan sangat banyak peluang-peluang untuk mendapatkan pahala di dalamnya mulai dari silaturahmi, menziarahi kuburan dan banyak lagi yang lainnya Wallahu ‘alam.

Berita Terkait