Terjadi Kudeta di Mali, Macron Ancam Menarik Pasukannya di Negara itu

PRANCIS, KAMPARTRAPOST.COM – Setelah kudeta, Minggu, 30/5/2021 presiden Prancis Emmanuel Macron akan menarik pasukannya di Mali jika terdapat sebuah gerakan yang mengubah Mali “ke arah” Islamisme radikal.

Komentar tersebut ketika negara Mali mengalami kudeta untuk kedua kalinya dalam jangka waktu sembilan bulan.

Prancis menerjunkan sekitar 5.100 pasukan yang dikerahkan di Sahel, dan lebih khususnya lagi di Chad, Burkina Faso, Mali, Mauritania, dan Niger sebagai bagian dari Operasi Barkhane melawan kelompok teroris Islam.

Namun pada hari Selasa, Paris mengatakan bahwa penangkapan yang terjadi pada Presiden Mali Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane yang dilakukan atas perintah Kolonel Assimi Goita merupakan “kudeta yang tidak dapat diterima”.

Baca juga:

Sejak saat itu, pengadilan konstitusi wilayah menetapkan Gouita sebagai presiden pemerintahan transisi.

Presiden Perancis menyampaikan kepada media cetak Le Journal du Dimanche bahwa mereka tidak akan mendukung negara yang tidak ada lagi legitimasi atau transisi demokratis

Dia menambahkan bahwa dia telah “menyampaikan pesan” kepada para pemimpin Afrika Barat bahwa dia “tidak akan tinggal di sisi negara di mana tidak ada lagi legitimasi atau transisi demokratis” dan bahwa dia telah mengatakan kepada “beberapa Dewan Pertahanan” mengenai tiga tahun terakhir “bahwa kita harus memikirkan jalan keluar”.

Macron membuat komentar tersebut ketika melakukan perjalanan ke Rwanda dan Afrika Selatan.

Baca juga:

Setelah komentar Macron terhadap kondisi politik Afrika Barat, Para pemimpin Afrika Barat kemudian bertemu pada hari Minggu dengan pembahasan memutuskan tanggapan umum terhadap kudeta ganda oleh militer Mali yang terjadi dalam sembilan bulan.

Macron berpendapat bahwa situasinya berbeda dengan Chad, di mana Dewan Militer Transisi (TMC) yang diketuai oleh salah satu putra Idriss Déby, Mahamat, telah dibentuk setelah kematian presiden saat itu pada bulan April.

“Segalanya jelas,” kata Macron,

“Kami datang untuk membantu dan mendukung negara yang berdaulat agar tidak digoyahkan atau diserang oleh pemberontak dan kelompok bersenjata. Tetapi kami meminta transisi dan inklusivitas politik,” tambahnya.

 

Berita Terkait