Dapat Persempit Ruang Direksi, DPR Rencanakan Revisi Undang-undang Terkait BUMN

Kampartrapost.com – Diketahui Komisi VI DPR RI punya rencana akan revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tetang BUMN.

Jadi momentum untuk perbaiki tata kelola usaha pejabat, hal itu bisa jadi satu hal yang saat ini sangat perlu.

Selain itu, keputusan tersebut akan jadi sesuatu yang dapat mempersempit ruang direksi BUMN.

Di tahun pertama ia menjabat dari pandangan Menteri BUMN Erick Thohir, masih ada direksi BUMN yang buat bonus dan tantiem yang asalnya adalah surat utang.

Baca juga: Sulitnya jadi People Pleaser, Antara Kelewat Baik atau Nggak Enakan

Revisi UU BUMN akan atur tentang Penanaman Modal Negara (PMN).

Pada masa yang akan datang, PMN dapat diberikan tergantung dari peforma perusahaan serta penugasan.

Hal lain pada pergantian tersebut adalah tentang mekanisme restrukturisasi serta penutupan BUMN.

Saat ini, aksi korporasi BUMN tampak sangat lambat.

Baca juga: Klarifikasi Warkopi yang Dituding Tak Minta Izin Warkop DKI

Seperti resrukturisasi utang yang perlu makan waktu selama 9 bulan.

Revisi UU BUMN juga akan atur tanggung jawab dari mantan direksi BUMN.

Banyak masalah pada BUMN yang dalangnya adalah direksi lama.

Ada kesalahan, namun seolah tak ada tanggung jawab setelah lepas masa jabat.

Baca juga: Presiden Jokowi Singgung Masalah Kesehatan Global pada Majelis Umum PBB ke-76

Meski negara punya power untuk tutupi segala kekurangan yang ada, namun tentu hal itu tak bisa dibiarkan terus-menerus.

Harus ada pemberhentian, agar negara tak terus rugi.

Mentalitas untuk punya rasa tanggung jawab sangat penting, agar mereka yang dapat amanah bisa kelola itu dengan baik.

Pada tahun ini pemerintah dengan DPR RI sedang bahas revisi UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang bertepatan pada Juni lalu.

Komisi VI DPR RI juga undang mantan menteri negara pendayagunaan BUMN saat masa jabat Soeharto dulu, Tanri Abeng.

Sebagai orang berpengalaman, ia akan beri masukan juga saran pada RUU.

Satu poin yang jadi perhatian adalah tentang pemerintah untuk tidak beri intervensi politik pada penentuan jajaran direksi serta komisaris.

Kualitas jadi hal paling penting dalam pemilihan, bukan dari orang yang punya tujuan atau maksud lain di politik.

 

Berita Terkait