Papua, Kampartrapost.com – Dua tahun tanpa guru, pemuda di Papua ambil alih profesi guru untuk ajarkan anak-anak membaca dan menulis.
Kondisi ini sudah berjalan selama dua tahun. Guru-guru dan kepala sekolah masih menetap di kota.
Sehingga anak-anak di Papua tak bisa mendapatkan hak-nya sebagai warga negara Indonesia yakni pendidikan formal.
Baca juga: Mengulik Pendidikan Papua dari Neas Wanimbo, Pemuda Papua yang Telah Mengelilingi 8 Negara
Sementara para guru wajib turun ke daerah untuk mengajar anak-anak di sana.
Namun kondisi ini bukan menjadi alasan anak-anak di Papua untuk tidak mendapatkan pendidikan seperti anak pada umumnya.
“Kondisi sekarang guru-guru dan kepala sekolah tinggal di kota. Sehingga proses belajar mengajar belum jalan, ini sudah lebih dari dua tahun,” kata Neas Wanimbo, penggerak pendidikan di Papua, Sabtu (12/2) kepada Kampartrapost.
Kondisi ini diduga kurangnya kontrol dari Lembaga Pendidikan di Papua. Dari pihak daerah pun sulit untuk komplain karena jarak yang sangat jauh dengan kota.
“Seharusnya wajib, tapi mereka tidak datang karena kurangnya kontrol dari dinas terkait.”
“Tidak ada, karena Dinas Pendidikan jauh dari kampung,” tambah Neas.
Baca juga: Suka Duka Neas Wanimbo dalam Membangun Komunitas Hanowene di Papua
Kemudian untuk mengatasi kasus tersebut, anak-anak di Papua kini diajarkan oleh pemuda-pemuda dari gereja.
Para pemuda itu mengajar di desa Tangma, Distrik Tangma, Kabupaten Yahukimo, Papua.
Berkat para pemuda, kini anak-anak pun sudah bisa baca tulis dan menghitung.
“Yang mengajar di sana pemuda dari gereja.”
“Awalnya mereka tidak bisa baca, tulis dan sekarang menghitung, tetapi sekarang bisa,” ungkap Neas.
Terakhir Neas menyampaikan, rata-rata umur anak-anak belajar mengajar dengan pemuda di sana berusia 6 hingga 12 tahun.
“Umur 6-12 tahun.” tutupnya.(fw)