Bangkinang, Kampartrapost.com – Akhir-akhir ini di Indonesia kerap terjadi kasus pelecehan seksual baik di lingkungan masyarakat sipil maupun di instansi dan lembaga pendidikan.
Sebelumnya terjadi kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus yang dialami oleh mahasiswa Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Riau pada November 2021 lalu.
Pelecehan tersebut dilakukan oleh dekan fakultas nya sendiri yaitu Syafri Harto, yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Selanjutnnya, pelecehan seksual terjadi di Trenggalek, Jawa Timur pada 24 September 2021. Pelaku pelecehan tersebut berinisial SMT, antara lain adalah guru dari puluhan santriwati yang menjadi korban pelecehan tersebut.
Baca juga: Kemenag Cabut Izin Operasional Pesantren Oknum Guru Tersangka Pelecehan Seksual pada Santri
Kemudian, pelecehan seksual juga terjadi di Padang, Sumatera Barat. Korban pelecehan itu adalah dua orang anak di bawah umur. Ironisnya pelaku berjumlah enam orang, yang mana masih memiliki kedekatan dengan korban.
Para pelaku terdiri dari kakek, paman, kakak kandung, dan dua orang tetangga korban.
Maraknya pelecehan seksual yang terjadi, Komisaris Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin menanggapi hal tersebut.
Mariana mengatakan, menjamurnya pelecehan seksual ini, salah satu faktornya adalah kurangnya sosialisasi moral kepada masyarakat.
“(Aturan yang melarang adanya) pelecehan seksual, pemerkosaan, upaya perendahan korban, ada banyak tertuang dalam dalil-dalil budaya dan agama. Namun sosialisasi moral semacam ini sangat kurang. Kita ini bisa dikatakan berada di zaman ‘edan’ istilahnya. Kita harus kembali ke perilaku yang baik, termasuk menghormati perempuan”,” katanya ketika dihubungi kampartrapost via WhatsApp, Jum’at (10/12).
Baca juga: Pesantren hingga Keluarga, Dimanakah Tempat Wanita Bisa Merasa Aman dari Pelecehan Seksual?
Mariana juga mendukung rancangan undang-undang yang sedang dipersiapkan oleh pemerintah untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual.
“Atau lewat undang-undang, saat ini kan sedang ada rancangan undang-undang nya. Nah itu harus segera didorong supaya ketika dia menjadi aturan dia juga bisa sekaligus menjadi suatu budaya, sehingga masyarakat lebih bisa mencegah dan memahami,” lanjut penulis dan aktivis gerakan perempuan itu.
Kampartrapost menanyakan bagaimana dengan pelecehan seksual yang bisa terjadi di instansi ataupun lembaga pendidikan, dimana seharusnya tempat tersebut adalah wadahnya tempat manusia mendapatkan pendidikan serta pembentukan karakter. Dan juga lembaga tersebut yang seharusnya mengedukasi masyarakat, tapi justru malah di instansi atau lembaga tersebut kerap terjadinya pelecehan seksual.
Ia mengatakan bahwa pelecehan seksual ini sudah sering terjadi sejak dulu, namun para korban menganggap itu adalah aib, sehingga takut untuk menyuarakannya ke publik. Berbeda dengan sekarang, kasus pelecehan seksual justru sudah banyak diberitakan media-media.
Baca juga: Profesor Harvard Tegur Elon Musk Karena Tweet Tak Masuk Akal
“Sebenarnya dari dulu banyak sih, cuma ngga berani diberitakan, karena dulu kan masalah-masalah seperti ini dianggapnya hal yang pribadi ya, jadi orang ngga berani ikut campur gitu, karena ini aib,”
“Nah sekarang zamannya sudah terbuka, dan sayang nya memang pendidikan moral untuk perilaku yang baik, saling menghargai, menghormati itu sekarang memang kurang, termasuk tindak melecehkan. Kalau dari zaman saya dulu selalu ada saja guru yang melecehkan teman saya di kelas, dipegang-pegang, tapi kan kita engga berani dulu, karena pasti orang engga percaya, kalau sekarang kan media memberitakan kalau ada yang melaporkan, (kasus yang saya ceritakan tadi) itu udah terjadi lama sekali,” ungkapnya.
Menurut Mariana dengan belum usainya pelecehan seksual di Indonesia, maka wadah untuk pembentukan karakter dan moral harus segera digalakkan.
“Jadi menurut saya itu karena memang ruang pendidikan moral saling menghormati, menghargai, terutama kasus yang terhadap perempuan ini, itu harus digalang gitu. Ini kan sama seperti virus ya, kalau dibiarkan dia bisa berkembang biak, jadi saatnya kita semua bersuara untuk mencegah dan menindak pelaku-pelakunya supaya engga berulang menjadi pelaku-pelaku yang lain,” tukasnya.
Baca juga: Nadiem: Pandemi Pengaruhi Kasus Kekerasan Seksual
Terakhir, Mariana memberikan pesan kepada para pelaku atau korban pelecehan agar menjauhi hal tersebut, karena bukan bagian dari budaya Indonesia.
“Iya yang pertama bahwa kekerasan seksual itu adalah bukan budaya kita, dia harus diberantas dan setiap orang teruslah menghargai dan menghormati, dan pandangan ini harus digalang seluas-luasnya baik oleh negara, oleh masyarakat, tokoh agama, maupun tokoh-tokoh adat gitu. Terus yang kedua, bagi para pelaku, ataupun yang mungkin dia tidak menyadari bahwa dia adalah pelaku, ingat bahwa ini adalah kejahatan, dan sebentar lagi undang-undangnya itu mungkin akan disahkan tahun ini, dan itu akan menjadi tindak pidana. Jadi jangan sekali-sekali berani untuk melakukan pelecehan seksual gitu. Yang ketiga untuk para perempuan harus berhati-hati dan waspada kepada siapapun, menguatkan diri dan kalau ada apa-apa laporkan kepada orang yang paling bisa dipercaya, sehingga bisa segera untuk ditangani gitu ya,” tutup Mariana. (fw)