Kampartrapost.com – Pada hari Kamis (10/06/2021), Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, setuju perusahaan multinasional dikenakan pajak. Aturan tersebut menekankan kepada perusahaan-perusahaan besar untuk membayar pajak sebagai bentuk kontribusi dalam dunia bisnis yang lebih terglobalisasi dan bersifat digital.
Dalam artikel bersama yang ditulis oleh Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen, Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz, Tito Mboweni dari Afrika Selatan, Arturo Herrera Gutierrez dari Meksiko, dan Sri Mulyani Indrawati dari Indonesia, Indonesia ikut mendukung perubahan yang diusulkan oleh negara-negara maju Kelompok Tujuh (G7) tersebut.
Dilansir dari Reuters, Menteri keuangan G7 setuju agar perusahaan multinasional bayar pajak dengan tarif yang lebih dari sebelumnya.
Para pemimpin negara di kelompok G7 percaya bahwa kebijakan ini akan jadi sarana pemulihan ekonomi negaranya.
Baca juga:
-
Kemenkes Turki: Musim Panas ini Menjadi Periode Terakhir Masyarakat Gunakan Masker
-
El Salvador Negara Pertama yang akan Legalkan Bitcoin
-
Oposisi Pemerintah Israel bersiap untuk Melengserkan Netanyahu
-
Riau Berhasil Raih 6 Penghargaan Pariwisata Indonesia
“Tahun ini, negara-negara memiliki kesempatan bersejarah untuk mengakhiri perlombaan (yang mengarah) ke bawah dalam perpajakan perusahaan, memulihkan sumber daya (keuangan) pemerintah pada saat yang paling dibutuhkan,” kata lima menteri dalam Washington Post dan Frankfurter Allgemeine Zeitung.
“Untuk membuka jalan ke tujuan itu, kami mendukung pemahaman awal bahwa tarif pajak minimum global harus setidaknya 15 persen, seperti yang disepakati oleh negara-negara G7 minggu lalu,” tulis mereka, menambahkan bahwa mereka yakin pajak minimum tersebut pada akhirnya bisa didorong lebih tinggi.
Sistem pajak internasional saat ini telah mengikis kedaulatan nasional dan menempatkan kelas pekerja (buruh) pada posisi yang kurang menguntungkan, ujar mereka.
“Bersama-sama, kita dapat memastikan bahwa kapitalisme global sejalan dengan sistem pajak yang adil dan bahwa pemerintah dapat mengenakan pajak pada perusahaan multinasional,” tambah mereka.
Para petinggi negara di G7 mendesak semua negara lain yang terlibat dalam negosiasi tersebut untuk bekerja sama dan mencapai kesepakatan. Sebelum menteri keuangan dari Kelompok G20 bertemu pada Juli mendatang. Penandatanganan G20 pada dasarnya akan memberikan kesepakatan tersebut untuk menjangkau negara-negara di seluruh dunia.
Anggota G20, China, termasuk di antara negara-negara yang telah menyuarakan keberatannya atas naiknya tarif pajak perusahaan tersebut.
Baca juga:
-
Vaksinasi Covid Lambat: Warga Brazil Lakukan Unjuk Rasa ke Pemerintah
-
Unik! Malaysia Gunakan Drone Bantai Covid-19
-
Susah Gemuk, Apakah Kamu Termasuk Tubuh Ectomorph?
-
Viral Netizen Keluhkan Resto Penipu Punya 7 Akun Ojol
Isu Kenaikan Pajak di Indonesia
Belakangan ini, beredar kabar bahwasanya Kementerian Keuangan Indonesia akan menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako dan sekolah.
Dilansir dari CNBC, wacana ini tercantum di dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) yang telah terdaftar dalam program Prolegnas 2021. Didalamnya, dikatakan bahwa barang kebutuhan pokok hingga jasa pendidikan telah disingkirkan dari kategori barang yang tidak dikenakan pajak.
Ada banyak pihak yang mengkritik rencana tersebut, termasuk para anggota parlemen yang mengganggap bahwa keputusan tersebut tidak seharusnya diterapkan pemerintah. Mengingat kondisi perekonomian masyarakat yang sedang tidak stabil, hal inilah yang membuat anggota parlemen meminta agar wacana ini tidak direalisasikan.
Terkait dengan respons ini, Sri Mulyani mengatakan bahwa pihaknya belum dapat menjelaskan secara rinci mengenai hal tersebut. Dikarenakan RUU KUP yang sudah diserahkan ke DPR belum dibacakan dalam rapat paripurna.