Kebhinnekaan Pilar Peradaban

Oleh: Nata Sutisna

Mahasiswa di Universitas al-Zaitunah, Tunisia

Kampartrapost.com – Di antara aspek-aspek yang menjadikan panjangnya peradaban Islam adalah aspek keluhuran budi, toleransi dan kedermawanan terhadap sesama manusia. Ajaran dan aspek-aspek di atas merupakan nilai-nilai yang telah Nabi Muhammad Saw tanamkan pada perjalanan dakwahnya.

Hal ini menjadi bukti bahwa ajaran Islam yang beliau hadirkan adalah ajaran cinta dan kebajikan, yaitu ajaran yang menjunjung tinggi integritas sebagai pondasi dalam menjalani kehidupan.

Prinsip-prinsip luhur dan sifat-sifat mulia inilah yang menjadi faktor kegemilangan Islam dan kunci dalam menggapai cerahnya peradaban.

Tak diragukan lagi, bahwasanya nilai-nilai dakwah Islam yang pertama kali ditegakkan adalah dakwah yang menyeru kepada pemenuhan hak-hak manusia.

Secara naluri, menggapai kedamaian dan ketenteraman hidup adalah dambaan setiap manusia yang harus dipenuhi. Maka, Islam merespon kenyataan ini dengan ajaran-ajarannya yang memanusiakan manusia, tanpa memandang suku, agama, ataupun ras.

Keberagaman yang ada di muka bumi ini tidak menjadikan Islam kaku, ajaran cinta dan kasih sayangnya dapat tersalurkan kepada siapa pun.

Sebelum datangnya Islam, keberagaman adalah sebuah realita yang telah ada sejak manusia pertama kali diciptakan. Akan tetapi, keberagaman inilah yang menjadikan hidup lebih berwarna dan indah.

Adam dan Hawa, sebagai manusia pertama yang Allah Swt ciptakan merupakan ikon atas kebesaran Allah Swt.

Selain itu, bukti ini pun menjadi suatu keniscayaan dan permulaan akan tumbuhnya keberagaman di alam semesta ini. Dalam waktu yang sama, perbedaan antara Adam dan Hawa jugalah yang menjadikan kehidupan di muka bumi ini terus berjalan.

Allah Swt. telah menegaskan dalam al-Qur’an, bahwasanya keberagaman adalah maha karya istimewa yang telah Allah ciptakan untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera.

Dalam al- Qur’an surat al-Hujurat ayat 13, Allah Swt. berfirman,

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”

Ayat ini menjadi bukti nyata dan keniscayaan akan keberagaman yang pasti terjadi di alam semesta ini.

Sejak zaman dahulu hingga saat ini, kehidupan manusia telah tumbuh dan berjalan di tengah keberagaman.

Demikian pula di masa sekarang, bukan tidak mungkin bahwa setiap manusia akan hidup berkolaborasi dan bersama dengan orang lain untuk mewujudkan perkembangan dan kemajuan peradaban.

Keterampilan untuk dapat hidup bersama di tengah keberagaman pun faktanya menjadi faktor utama yang harus dimiliki oleh setiap orang agar dapat bekerja sama dalam melakukan berbagai pekerjaan.

Karena keberagaman ini merupakan realita kehidupan, maka sesungguhnya kita dapat melaluinya dengan tenang.

Tidak perlu menjadikan perbedaan atau keberagaman sebagai faktor keruntuhan, tetapi justru menjadikan keberagaman sebagai faktor keunggulan.

Sejak 14 abad lalu, Nabi Muhammad Saw. telah menjadi teladan (role model) dalam menanggapi keberagaman dengan damai. Beliau hidup dan tumbuh di tengah perbedaan suku dan agama.

Akan tetapi, karena keberagaman ini menjadi sebuah keniscayaan, maka Nabi Muhammad Saw tidak menjadikannya sebagai masalah dalam bermuamalah.

Misalnya, beliau dapat bekerja sama dengan kaum Yahudi dalam perihal jual-beli. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah, ia berkata,

“Sesungguhnya Rasulullah Saw. membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran ditangguhkan dengan menggadaikan baju besinya.”

Hadits ini menegaskan kepada kita agar tidak fobia terhadap keberagaman. Selain itu, selama masih berada dalam ruang-ruang kebaikan yang diajarkan oleh Agama, kita semua dapat bekerja sama dengan orang lain, tanpa memandang suku dan agama.

Ajaran inilah yang menjadikan kita sebagai manusia tetap dapat tumbuh dalam situasi dan kondisi apa pun. Juga dapat tetap menjalani kehidupan, berkarya, dan bekerja kapan pun dan di mana pun.

Dalam kehidupannya, Nabi Muhammad Saw dikenal juga sebagai orang yang dermawan tanpa pandang bulu.

Ajaran mengenai kedermawanan ini telah beliau wariskan kepada para sahabatnya. Terbukti bahwa para sahabat Nabi sangat memuliakan kaum non muslim.

Salah satu praktik kedermawanan yang dilakukan oleh Sahabat Nabi adalah yang telah dilakukan oleh Abullah bin Umar. Ia merupakan anak dari Khalifah Umar bin Khattab yang kaya akan ilmu pengetahuan.

Pada masa itu, dalam kisahnya yang terkenal, Abdullah bin Umar memberikan daging kurban kepada tetangganya yang non-muslim sebagai implementasi keteladanan yang telah Nabi Muhammad Saw ajarkan.

Kisah ini telah termaktub dan dapat kita temukan dalam kitab hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam al-Tirmidzi.

Tentu, peristiwa dan kisah di atas menjadi pijakan bagi setiap muslim agar dapat menciptakan kehidupan harmonis di alam semesta yang penuh dengan keberagaman ini.

Melakukan berbagai kebaikan sebanyak-banyaknya tanpa bertanya suku dan agama menjadi salah satu pesan berharga yang disampaikan oleh kisah di atas.

Panjangnya peradaban Islam sehingga hadir sampai saat ini telah dibangun oleh nilai-nilai perdamaian yang tumbuh di atas keberagaman.

Ternyata, selain perkembangan ilmu pengetahuan, faktor untuk mewujudkan peradaban yang cerah faktanya didasari oleh keluhuran budi pekerti setiap individu.

Dalam Islam, tak heran jika ada ungkapan bahwa al-Islam mahjubun bil-muslimin (agama Islam dikaburkan oleh pemeluknya sendiri). Pernyataan ini dapat diterima karena faktanya kemajuan dan kemunduruan peradaban dipengaruhi oleh individual setiap manusia sebagai aktor utama dalam pergerakkan hidupnya.

Tokoh pembaharu dari Tunisia, Syaikh Tahir Ibn ‘Asyur dalam kitabnya Ushul al-Nizham al- Ijtima’i fi al-Islam, ia mengungkapkan bahwa Islam telah melestarikan prinsip kelapangan, kemudahan dan toleransi.

Hal ini juga yang harus dilestarikan oleh umat Islam masa kini sebagai pondasi utama dalam membangun masyarakat yang madani.

Perkembangan zaman akan terus berjalan dan berkembang, akan tetapi keluhuran budi setiap kita harus senantiasa terjaga secara utuh sebagai bekal utama yang menemani perjalanan visi-misi manusia, yaitu mewujudkan peradaban yang sejahtera di alam semesta.

Dewasa ini, setiap bangsa dan negara bekerja keras untuk senantiasa tumbuh berkembang dan menggapai kemajuan. Membuat inovasi baru dan memanfaatkan canggihnya teknologi sebagai faktor utama untuk meraih keuntungan.

Akan tetapi, kita nyaris melupakan bahwa pondasi dasar utama dalam menjaga peradaban agar tetap kokoh yaitu perdamaian dan keharmonisan antar sesama manusia yang harus senantiasa dijaga.

Kita semua telah melihat bagaimana setiap manusia berambisi meraih kekuasaan dan kebahagiaan individual dengan menzalimi sesama manusia lainnya.

Tentu hal ini merupakan kekacauan yang meruntuhkan pondasi peradaban, yaitu perdamaian.

Dalam konteks ke-Indonesia-an, sesungguhnya bangsa Indonesia sangatlah beruntung karena memiliki Pancasila sebagai panduan hidup bernegara dan berbangsa serta sebagai kunci dalam mewujudkan kehidupan yang berkemajuan.

Istimewanya, Indonesia pun memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang menggambarkan bahwa terdapat persatuan dan kesatuan yang harus dipegang secara utuh di atas keberagaman.

Sebagai wujud implementasi dari Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika di atas, seyogianya kita dapat menjadi aktor utama dalam menegakkan persatuan dan perdamaian antar sesama manusia.

Berbeda suku, agama, bangsa, dan ras, sejatinya kita tetap bersatu dalam kemanusiaan.

Oleh karena itu, tingginya jabatan, besarnya kekuasaan, dan canggihnya teknologi, sungguh tidaklah berfungsi dalam mewujudkan kesejahteraan selama perdamaian antar sesama manusia tidak disempurnakan.

Oleh karena itu, pembekalan akhlak dan pendidikan karakter harus menjadi mata pelajaran inti yang dihidupkan di setiap ruang-ruang pendidikan, baik Sekolah, Universitas, maupun Pondok Pesantren.

Selain itu, setiap pendidik, pengajar, dan pemangku jabatan di setiap negara pun harus menjadikan nilai-nilai integritas dan keluhuran budi pekerti sebagai syarat utama untuk menjalani roda kehidupan berbangsa dan bernegara.

Terlepas dari itu semua, nyatanya kemuliaan akhlak ini merupakan keindahan dan kecantikan sejati yang wajib tumbuh dalam setiap jiwa manusia.

Sebagai umat Nabi Muhammad Saw., sudah sepatutnya kita menyampaikan ajaran-ajaran kebaikan Agama yang penuh cinta ini kepada dunia.

Tatkala kita menjadikan setiap kesempatan, jabatan, forum, dan berbagai platform media sosial sebagai wadah untuk menebar perdamaian, maka kehidupan yang sejahtera akan tumbuh secara kokoh dalam setiap hati sanubari manusia, sebelum tumbuh dalam bentuk kesejahteraan yang bersifat materi.

Selain itu, keberagaman yang menjadi keniscayaan di muka bumi ini pun, selama kita jaga dengan penuh cinta, maka akan melahirkan buah manis yang dapat kita nikmati bersama.

Sebagai penutup, kita juga harus optimis bahwasanya kebhinekaan yang senantiasa dirawat dengan tulus, maka akan menjadi pilar utama dalam majunya peradaban.

 

Berita Terkait