Oleh : Nursani Yunita
Kampartrapost.com – Suatu bentuk pelanggaran yang telah menjadi budaya kita kenal dalam kehidupan politik yakni politik uang atau money politic.
Praktik politik uang (money politic) dilakukan oleh pelopor politik yang sangat ambis untuk memenangkan pemilu. Praktik politik uang masih menjadi pelanggaran dalam kampanye yang belum bisa dihilangkan.
Sistem yang dilakukan masih seperti biasa yang kita ketahui yaitu dengan memberi materi serta janji menyuap, seseorang diminta menetapkan pilihannya kepada calon tertentu.
Baca juga: NASA Siap Luncurkan Misi Lucy Jelajah Asteroid 12 Tahun
Praktik politik uang (money politic) masih menjadi prevalensi yang dilakukan oleh peserta pemilu dari partai tertentu yang berbuat curang dan praktik politik uang (money politic) masih mengakar kuat dan mempengaruhi corak politik demokrasi di Negara Indonesia.
Masyarakat yang bertindak sebagai pemilih dalam pemilu diberikan uang lantaran merupakan alat yang paling cepat dan ampuh agar masyarakat (pemilih) mau memberikan hak pilihnya kepada calon pemimpin tertentu, terutama menjadikan masyarakat yang ekonomi rendah sebagai sasaran utama mereka dalam melakukan praktik politik uang (money politic) ini.
Dalam hal memberikan uang ataupun subjek lainnya dalam konteks praktik politik uang, tidak semata-mata terbatas pada calon kandidat dan tim satuan kerja menang saja namun juga semua pihak yang mana terhitung didalamnya individu, oknum pengurus, oknum penyelenggara pemilu, keluarga kandidat pengelola, oknum ASN, oknum pengusaha yang turut menyebarkan uang menjelang pemilu.
Baca juga: Microsoft Bakal Tutup LinkedIn di China, Kenapa?
Praktik politik uang (money politic) yang dilakukan, terjadi lantaran beberapa keadaan yaitu seperti persaingan antara partai satu dengan partai yang lainnya, masyarakat yang kurang cerdas dan belum sejahtera, moralitas dan integritas yang rendah dari calon pemimpin, dan peraturan yang kurang maksimal.
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap adanya tahun politik pasti disertai dengan praktik politik uang (money politic) didalamnya. Praktik politik uang (money politic) merupakan musuh demokrasi di Indonesia. Menurut salah satu pakar, Kumorotomo (2009) mengekspresikan bahwa setiap orang tau skandal-skandal politik uang adalah sesuatu yang jamak bagian dalam pemilu setelah reformasi.
Praktik politik uang (money politic) semakin maju subur dan bertumbuh di setiap lokasi atau lingkungan yang ada di Indonesia. Masih adanya masyarakat yang terperangkap dalam pembodohan praktik politik uang dalam pelaksanaan pemilu. Kurangnya edukasi terkait dengan pendidikan politik mengakibatkan masyarakat dengan pengetahuan rendah sudah tidak lagi peka terhadap bahaya dan akibat dari praktik politik uang dalam pemilihan
calon pemimpin.
Baca juga: Lagi, Kini Alumni SMAN 1 Bangkinang Kota Raih Penghargaan Duta Bahasa Riau 2021
Masyarakat semakin memperhitungkan bahwa praktik politik uang sebagai hal yang wajar dan tidak harus dijauhi. Berdasarkan data dari Peneliti Litbang Burhanuddin dkk, perkiraan pemilih yang terlibat politik uang dalam Pemilu 2019 dikisaran 19,4% sampai 33,1%.
Kisaran praktik politik uang sangat tinggi berdasarkan standar internasional dan Indonesia sebagai negara pangkat praktik politik uang terbesar tiga sedunia. Dalam era demokrasi sekarang ini, para kaum milenial/mahasiswa mempunyai peranan penting dan strategis dalam usaha membangun suatu politik cerdas yang berintegritas.
Hal ini karena para kaum milenial/mahasiswa merupakan para pelajar yang telah mempunyai kemampuan dalam menyuarakan pendapat ataupun gagasan-gagasan yang dapat membantu dalam mengikis praktik politik uang di masyarakat.
Bawaslu memetakan praktik politik uang sebagai titik rawan pelanggaran. Apalagi, Pilkada 2020 berlangsung di tengah pandemi COVID-19 yang melanda sektor ekonomi rumah tangga, sehingga rawan dengan praktik jual beli suara.
Baca juga: Siswa SMAN 1 Bangkinang Kota Bakal Tampil di Grand Final Miss Teenager Indonesia
Selain pelanggaran protokol kesehatan, berbagai pelanggaran pemilu yang khas mulai terjadi pada masa kampanye. Salah satu yang menonjol adalah politik uang atau transaksi
voting. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat sejumlah kasus dugaan praktik politik uang tengah digarap jajaran daerah.
Dalam rekap dekade kedua masa kampanye, jumlah kasus dugaan praktik politik uang mencapai sembilan kasus. Distribusi berlangsung di kota Tangerang Selatan, Indramayu, Pangandaran, Blitar, Berau, Kepulauan Sula, Pelalawan, Maros dan Banggai Laut. Bawaslu juga mendeteksi adanya upaya penyalahgunaan anggaran publik untuk tujuan sengketa.
Tuduhan itu terjadi di kota Tangerang Selatan, Bone Bolango, Pangandaran, Situbondo, Lampung Tengah, Blaang Mongondow dan Tanah Datar. Maraknya praktik politik uang yang terjadi di Indonesia didasari lantaran ketidakpercayaan calon peserta pemilu dan tim suksesnya akan dapat memenangkan pemilihan dengan cara yang jujur dan benar, inilah sebenarnya akar masalah dari praktik politik uang (money politic).
Praktik politik uang yang terjadi disebabkan juga oleh pendidikan politik di Indonesia yang belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat terkait dengan pentingnya pemilu dalam memilih calon pemimpin yang berintegritas dan apa akibat jika terlibat dalam praktik politik uang. Praktik politik uang akan merugikan dalam waktu jangka panjang yang mana dapat kita ketahui dari banyaknya kasus korupsi yang disebabkan oleh calon pemimpin yang tidak memiliki politik cerdas berintegritas karena melakukan praktik politik uang.
Baca juga: Sentimen Positif, Bitcoin Akan Kembali Tembus Rekor Tertinggi Rp 900 Jutaan?
Demokrasi menjadi tercemar karena praktik politik uang, bahkan mengalami stagnasi diberbagai sektor karena praktik tersebut menyebabkan kegagalan dalam memperoleh pemimpin yang berkualitas. Corak politik yang masih diwarnai dengan praktik politik uang dalam pemilihan umum (pemilu) di Indonesia mengakibatkan semakin buruknya demokrasi di Indonesia. Dan juga praktik politik uang ini membuat tingginya kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sehingga Pemerintah jauh dari kata “bersih” dalam hal ini lantaran bahwa oknum calon pemimpin tersebut harus mengembalikan uang yang telah digunakannya ketika mencalonkan dirinya sehingga terciptalah perilaku-perilaku korupsi dan juga belum terciptanya pemimpin-pemimpin yang profesional dalam bekerja.
Dampak buruk tersebut dapat perlahan dikikis dengan mewujudkan politik cerdas berintegritas kepada masyarakat yang dilakukan oleh para mahasiswa, hal itu dapat
dilakukan oleh mahasiswa dengan cara mempertajam pendidikan politik dan sosialisasi politik kepada masyarakat karena merupakan senjata yang mampu memberantas praktik politik uang. Di zaman modern ini dapat memanfaatkan media sosial yang ada saat ini untuk mengkampanyekan politik cerdas berintegritas, dan dapat berkomunikasi secara langsung kepada masyarakat (pemilih) untuk menyampaikan informasi-informasi terkait pentingnya memilih pemimpin yang jujur, berintegritas serta anti korupsi dan memberi penjelasan bahwa buruknya praktik politik uang kepada masyarakat disekitar kita.
Baca juga: Pengumuman! Kartu ATM BCA Non-chip Wajib Diganti Sebelum 1 Desember
Sehingga bisa bersama dalam menuntaskan praktik politik uang dan membangun demokrasi yang benar, serta menunjukkan sikap yang benar dalam menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Cara lain yang dapat dilakukan oleh kaum muda adalah dengan mempraktikkan perilaku anti korupsi di lingkungan sekitar seperti di sekolah, di rumah, di komunitas contohnya yaitu di sekolah tidak menyontek atau menyalin pekerjaan orang lain, di rumah dapat melakukan pekerjaan yang seharusnya diselesaikan, di komunitas
bersikap arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
Mahasiswa atau kaum milenial juga dapat terjun langsung kedunia politik dengan membawa serta memberikan ide serta gagasan untuk memberikan perubahan bagi masyarakat dan khususnya Indonesia.
Sebagai kaum milenial saat ini harus dapat menafsir segala sesuatu ataupun berita/isu yang ada dengan benar dan dapat menyaringnya sehingga apapun yang dihadapi akan berdampak positif bagi diri sendiri dan juga masyarakat sekitar.
Dengan demikian, jika melakukan hal-hal tersebut dapat membantu Indonesia dalam membangun demokrasi yang lebih baik saat ini dan juga kedepannya.