Kampartra Post – Chatbot merupakan suatu algoritma dan pemrograman untuk memberikan respon atau interaksi dengan pengguna (user) melalui pesan teks maupun suara.
Dalam layanan customer service, chatbot diaplikasikan untuk menyediakan saluran komunikasi interaktif antara perusahaan dan konsumen sehingga dapat menciptakan keterlibatan publik (customer engangement).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak sehingga internet menjadi basis utama dalam mengakses informasi.
Namun, sejauh ini pemanfaatan website dirasa masih belum cukup dalam memetakan informasi yang menjadi kebutuhan publik. Hal ini disebabkan karena website cenderung memuat informasi penting berdasarkan perspektif pemilik website.
Klik untuk melihat konten Kampartra Post lainnya
Sementara itu, perusahaan terus berpikir kreatif dalam meningkatkan citra dan reputasi yang baik terhadap publiknya melalui peningkatan kualitas interaksi dengan konsumen atau pelanggan.
Dalam praktik dunia Public Relations (PR), pemanfaatan layanan chatbot menjadi salah satu inovasi dalam membina relasi dengan publik. Selain itu, dari perspektif publik, layanan chatbot merepresentasikan seberapa kreatif perusahaan dalam menjangkau publiknya.
Di tengah kemajuan teknologi dan konsep Society 5.0 membuat masyarakat kini amat bergantung dan menghabiskan banyak waktunya di media intenet.
Ditambah lagi, masyarakat global sudah terbawa oleh kebiasaan lama semasa pandemi covid-19 yang mana masyarakat sudah semakin adaptif dalam mengakses informasi.
Oleh karena itu, kehumasan dalam konteks Cyber PR yang sejatinya mengadopsi teknologi internet harus menerapkan pendekatan yang baru dalam menjangkau publiknya
Chatbot kini dapat menjadi salah satu solusi dalam tantangan yang selama ini dihadapi oleh PR.
Pertama, PR kerap dihadapkan pada masalah keterbatasan anggaran operasional.
Kedua, PR oleh manajemen perusahaan kerap dianggap bukan menjalankan fungsi yang strategis sehingga jumlah personelnya sangat terbatas.
Ketiga, di era teknologi internet ini, PR diharapkan harus bekerja dengan cepat dan responsif dalam menanggapi lingkungan eksternal perusahaan yang sangat dinamis dan cepat berubah.
Chatbot masih dalam tataran artificial intelligence (AI) yang dimaksimalkan untuk mempelajari membantu pekerjaan manusia seperti menulis, help desk, mencari bahan, dan lain sebagainya yang tersedia setiap saat.
Teknologi pada hakikatnya dapat mengisi kesenjangan manusia yang tidak kompeten dan menyempurnakan sistem agar lebih andal.
Praktisi humas dapat fokus pada analisis data, membuat strategi dan keputusan untuk mencapai tujuan organisasi, sementara AI dapat membantu mempertahankan citra merek dan reputasi organisasi.
Melalui penggunaan AI, kini Manusia tidak perlu mengerjakan tugas pengulangan yang sama lagi, penugasan yang bersifat klerikal atau administratif, sehingga tugas dapat diotomasi sesuai keinginan pengguna AI.
Sejauh ini, ada banyak perkembangan teknologi yang mulai disisipkan ke dalam dunia pekerjaan, khususnya dalam praktik kehumasan.
Robot dan AI kini mampu menulis berita, seperti di beberapa forum atau portal berita online.
Selain itu, arus kuat informasi menuntut PR juga mampu secara selektif memahami peta media saat ini.
Media massa di Indonesia maupun mancanegara telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, khususnya media–media berbasis digital.
Sebagai representasi dari lembaga/instansi/perusahaan, PR dituntut mampu memanfaatkan berbagai channel komunikasi dan informasi secara efektif.
Profesi PR juga ikut mengalami disrupsi yang menjadikan PR era lama beralih menjadi PR era baru. Modernisasi teknologi yang yang berkelanjutan membuat aktivitas komunikasi tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu.
Setiap individu memiliki ruang komunikasi public seluas-luasnya, membuat dunia semakin banyak dipenuhi oleh informasi yang pada akhirnya membuat tiap orang tersegmentasi berdasarkan masing-masing rumpun informasi atau media/saluran komunikasi dalam dunia maya.
Pola aktivitas komunikasi yang sudah tersegmentasi kini membuat data menjadi komoditas primadona bagi para profesional, khususnya PR.
Kehadiran teknologi AI dan machine learning mampu dimanfaatkan dalam mengelola dan mengakses data latar belakang serta perilaku setiap individu masyarakat secara akurat, mulai dari jenis kelamin, topik yang diminati, aplikasi media favorit, hobi, bahkan perilaku.
Bagi praktisi PR, hadirnya AI dan machine learning membuat cara berkomunikasi juga harus berevolusi.
Konsep one message for all tidak lagi menjadi cara yang tepat untuk memenangkan reputasi. PR tidak harus bersifat pasif hanya menunggu stimuli dari publik, namun bisa proaktif menjangkau publik demi meningkatkan citra dan reputasi.
Menurut Herlambang (2010), Customer service memiliki persamaan dengan PR dimana Customer service dan PR sama-sama merupakan suatu usaha yang direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dikendalikan secara berkesinambungan antara lembaga dengan target audience atau masyarakat untuk mencapai nilai tambah yang saling menguntungkan dalam setiap kegiatan.
Customer service merupakan bagian teintegrasi dari kegiatan public relations yang berperan sebagai ujung tombak perusahaan dalam melakukan komunikasi secara langsung dengan pelanggan.
Semua perusahaan senantiasa berupaya membentuk citra yang baik di mata publik. Menurut Soemirat (2010), citra adalah kesan, gambaran dari publik terhadap perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi.
Citra dibangun dengan pondasi kredibilitas. Salah satu elemen yang menunjukkan kredibilitas suatu perusahaan ialah customer service sehubungan dengan kemampuannya dalam menangani keluhan dan masukan dari pelanggan atau konsumen.
Maka dari itu, kesan dan pengalaman yang timbul akibat interaksi komunikasi yang timbul antara customer service dan pelanggan atau konsumen akan sangat berdampak terhadap citra perusahaan.
Menurut Forbes, sekitar 80% bisnis di seluruh dunia saat ini berencana untuk mulai mengandalkan chatbot untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dalam bisnis mereka.
Itulah mengapa perusahaan memang akan bergerak untuk menyederhanakan operasi bisnis dan biaya layanan pelanggan.
Chatbot menjawab solusi atas masalah inefisiensi perusahaan dalam hal mengelola keluhan pelanggan. Sudah banyak perusahaan atau lembaga yang menambahkan fungsi chatbot ke dalam website resmi mereka yang kemudian dikemas dalam bentuk layanan customer service. Beberapa manfaat yang diperoleh Perusahaan melalui pemanfaatan chatbot, di antaranya:
1. Menghemat waktu pelanggan
Sebanyak 21% konsumen percaya chatbot adalah cara termudah untuk terhubung dengan bisnis. Ini juga membuktikan bahwa chatbot dapat diandalkan untuk memastikan konsumen merasa terbantu dengan jawaban yang diberikan.
2. Tersedia selama 24 jam
Sebanyak 68% konsumen akan beralih ke bisnis pesaing jika perusahaan tidak bisa melayani mereka dengan cerdas.
Untuk itulah chatbot dibuat agar selalu siap melayani konsumen tanpa batasan waktu tertentu.
Sekalipun mereka tidak sepenuhnya responsif seperti manusia, setidaknya layanan bisnis perusahaan dapat diberikan 24/7 dengan bantuan bot.
3. Meningkatkan kualitas customer experience
Bot dapat secara proaktif membuat percakapan dengan pelanggan dengan menawarkan saran dan bantuan, sehingga pelanggan merasa terbantu.
Itu sebabnya bot sering digunakan sebagai cara untuk meningkatkan kualitas pengalaman pelanggan bisnis.
4. Menghemat biaya pelayanan
Seperti yang disebutkan sebelumnya, chatbot sangat efektif untuk menekan biaya operasional perusahaan.
Perusahaan tidak perlu menyewa staf atau agen pendukung untuk melayani pelanggan. Sebuah perusahaan yang menerapkan layanan chatbot dalam proses bisnisnya diperkirakan dapat mengurangi biaya layanan pelanggan hingga 30%.
Meskipun demikian, ada pula beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam mengimplementasikan teknologi chatbot dalam layanan customer service:
- Tidak semua pertanyaan dapat dijawab oleh chatbot bila memang akses informasi terhadap jawaban tersebut berada di luar dari wewenang atau pengetahuan PR maupun Customer Service.
- Chatbot nyatanya membantu pekerjaan terutama dalam menjawab pertanyaan yang sama oleh publik yang dilakukan secara repetitif. Dengan kata lain, customer service selalu ada setiap saat atau realtime.
- Ketika publik selaku penanya bertanya tentang sesuatu hal. Sebelum keinginan penanya terpenuhi maka bot akan menyediakan keterangan atau langkah-langkah kepada penanya supaya pertanyaan tersebut dapat dimengerti dan diberikan jawaban yang tepat. Desain percakapan mengacu pada hasil planning dengan topik yang sering ditanyakan oleh publik.
- Salah satu kendala yang dihadapi adalah dalam hal menghadapi permintaan pelanggan yang kompleks atau masalah yang tidak biasa. Meskipun chatbot dapat memberikan respons cepat, namun belum tentu dapat memberikan solusi yang tepat untuk setiap situasi. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk tetap menyediakan saluran komunikasi manusia yang dapat diakses oleh pelanggan jika mereka membutuhkan bantuan lebih lanjut.
- Dalam mengimplementasikan chatbot, perusahaan juga harus memastikan keamanan dan privasi pelanggan terjaga dengan baik. Chatbot perlu dilengkapi dengan sistem keamanan yang kuat untuk melindungi informasi sensitif pelanggan, seperti data pribadi.
- Kemampuan AI untuk mengelola informasi berdasarkan jenis atau variasi data yang tidak terstruktur mendukung perwujudan chatbot seolah-olah menjadi perangkat PR yang bisa menjawab secara langsung, memiliki kemampuan mem-filter data dan mengolah sejumlah informasi yang banyak serta memberikan pelayanan komunikasi secara langsung melalui berbagai platform. Inilah salah satu diskursus yang menimbulkan pro-kontra tentang robotisasi dalam pekerjaan profesional PR.
- L.C. Wang (2007) dalam penelitiannya menyebut bahwa chatbot ternyata meningkatkan pengalaman konsumen online melalui peningkatan persepsi kehadiran karyawan dan perasaan dilayani pada saat yang tepat. Tentunya hal ini sangat berdampak terhadap citra dan persepsi publik terhadap perusahaan.
- Chatbot dibangun dengan model machine learning dan natural language processing (NLP) yang dapat memahami maksud kalimat. Hasil ini memberikan kontribusi dalam bidang kecerdasan buatan khususnya NLP namun masih terbatas pada apa yang di-setting ke dalam teknologi AI tersebut oleh penciptanya. Oleh karena itu, masih dibutuhkan pengembangan dan penelitian yang lebih lanjut agar AI harus tetap update dengan segala pertanyaan dan permasalahan dari pelanggan yang akan muncul di waktu mendatang.
Fryandi Simanullang
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Andalas