Semakin Mesra, Indonesia dan China Sepakat Kurangi Penggunaan Dollar AS

China, Kampartrapost.com – Indonesia dan China semakin menunjukkan tekad untuk mengurangi ketergantungan mereka dengan dolar Amerika Serikat (AS). Kedua negara berencana untuk mulai menggunakan mata uang mereka sendiri dalam aktifitas perdagangan dan investasi bilateral di antara mereka.

Melansir dari The Jakarta Post, peralihan Indonesia dan China ke Local Currency Settlement (LCS) berharap akan terjadi pada kuartal ketiga tahun ini.

Kepala Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI), Donny Hutabarat, mengatakan langkah tersebut merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk mendiversifikasi mata uang yang berguna untuk perdagangan dan investasi bersama mitra bilateralnya.

Sejauh ini, Indonesia telah menyepakati LCS dengan Malaysia, Thailand dan Jepang.

“Jadi, kita tidak lagi bergantung 100 persen pada dolar AS,” kata Donny dalam konferensi pers online, 25 Juni 2021.

“(LCS dengan China) akan dilaksanakan sekitar Juli atau (nanti) pada kuartal ketiga,” tambahnya.

China adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik, China menyumbang lebih dari 32 persen impor Indonesia dan lebih dari 22 persen ekspor.

Baca juga: Nanyang Technological University Singapura, Kampus yang Cocok Untuk Mahasiswa Teknik Ingin Tamat 3,5 Tahun

BI dan People’s Bank of China (PBoC) mulai membahas rencana tersebut pada 30 September 2020, ketika Gubernur BI Perry Warjiyo dan mitranya dari PBoC Yi Gang menandatangani perjanjian LCS untuk perdagangan dan investasi bilateral.

Dolar AS telah berguna sebagai media utama untuk perdagangan internasional sejak pembentukan sistem Bretton Woods pada tahun 1944. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan stabilitas dan efisiensi dalam perdagangan luar negeri dan mencegah devaluasi mata uang yang kompetitif.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak negara yang mulai menggunakan mata uang mereka sendiri daripada dolar AS untuk menjalankan transaksi perdagangan dan investasi lintas batas. Tren ini kemudian terkenal dengan dedolarisasi.

China, Rusia dan Uni Eropa telah menjadi penggerak utama dalam upaya negara-negara untuk menjauh dari dominasi dolar AS. Dengan melakukan transaksi tanpa basis dolar AS, negara-negara tersebut secara bertahap mengurangi supremasi global mata uang AS di kancah internasional.

Kekurangan Konsep LCS

Peneliti Center of Reform on Economics, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan bahwa LCS akan membantu menjaga stabilitas rupiah. Dia mengatakan dolar AS telah banyak berguna untuk standar internasional, tetapi memiliki satu kelemahan utama, yaitu sangat fluktuatif.

“Dengan LCS, saya kira, pemerintah akan lebih memberikan stabilitas nilai tukar rupiah, terutama dari jalur perdagangannya,” kata Yusuf kepada The Jakarta Post pada 28 Juni 2021.

Yusuf mengatakan menyingkirkan dolar dalam perdagangan bilateral akan menyederhanakan permasalahan. Di sisi lain, LCS juga memiliki kelemahan. Dia mengatakan bahwa beberapa industri, seperti pertambangan mineral dan batubara, cenderung diuntungkan dari depresiasi rupiah.

Dengan LCS, peluang keuntungan tersebut akan jauh lebih kecil, karena selisih nilai tukar dalam perdagangan Indonesia-China tidak akan terlalu signifikan.

Baca juga: Dijuluki The King Of Lips Service, Ini Tanggapan Jokowi

Berita Terkait