Papua, Kampartrapost.com – Tak hanya terkenal sebagai sosok yang berprestasi, Neas Wanimbo juga sosok di balik komunitas Hanowene yang berperan sangat penting dalam kemajuan pendidikan di Papua.
Neas mengatakan, dalam membangun komunitas Hanowene yang berdiri sejak tahun 2017 ini memiliki banyak suka dan duka.
“Banyak sekali suka duka dalam membangun komunitas ini. Karena Papua sendiri ialah daerah pegunungan jadi banyak tantangan yang saya dan teman-teman hadapi dalam mendistribusikan buku ke kampung-kampung,” tutur Neas kepada wartawan Kampartrapost pada Senin (9/11/2021).
Membangun komunitas untuk masyarakat tentunya harus terjun langsung dalam masyarakat. Seperti yang Neas Wanimbo lakukan. Ia bersama dengan teman-teman komunitas Hanowene bersama-sama mengajak masyarakat lokal untuk ikut berkontribusi langsung dalam membangun pendidikan yang lebih baik di pedalaman Papua.
Baca juga: Toilet Rusak, Astronot SpaceX Terpaksa Pakai Popok Ketika Pulang ke Bumi
Selain itu, ia dan komunitas tidak hanya memberi penyuluhan perihal kesadaran pendidikan saja. Akan tetapi ia juga terjun langsung dan ikut merasakan apa yang mereka rasakan. Sehingga dalam mencari solusi terhadap suatu masalah akan terbilang cukup mudah dengan bantuan masyarakat lokal itu sendiri.
“Ketika terjun langsung dari satu kampung ke kampung lain, mereka memiliki bahasa daerah yang berbeda pula. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi kami,” ujar Neas.
Ia mengatakan banyak sekali tantangan dalam medistribusikan buku dari komunitas Hanowene. Seperti jalanan yang terbilang cukup terjal dan terkadang menghambat pendistribusian buku.
“Seringkali ketika kami mendistribusikan buku ke kampung pedalaman kami beberapa kali terjatuh. Memang jalanan yang cukup sulit memberi tantangan dan ambisi tersendiri untuk mengirim buku-buku ini pada anak-anak,” tutur Neas.
Baca juga: Kelompok Advokasi LGBT China Ditutup Setelah Adanya Pembatasan Aktivitas Sosial
Meskipun begitu, Neas mengaku cukup senang melakukan hal itu karena perjuangan dalam mendistribusikan buku tersebut terbayar dengan telak. Ketika banyak anak-anak yang anttusias menunggu kedatangannya dan membaca buku yang ia bawa.
“Kadang juga ketika kami tidak memiliki ongkos untuk pergi ke kampung untuk mengirim buku maupun mengajari mereka membaca. Kami terlebih dahulu mencari uang seperti ngojek agar bisa mengirimkan buku ke anak-anak,” ungkap Neas.
Selain jalanan terjal, Neas dan kelompoknya juga harus menyesuaikan jadwal masing-masing agar bisa melakukan blusukan ke kampung-kampung. Ia bersyukur, meskipun banyak tantangan yang mereka hadapi sejauh ini komunitas Hanowene masih bertahan dan terus berjalan.
“Banyak yang harus dikorbankan untuk berbuat baik. Tapi saya senang melakukannya,” ujar Neas.
“Senangnya tuh ketika buku-buku yang saya bawa dibaca oleh anak-anak. Mereka sangat antusias,” lanjutnya.