Oleh: Ari Wibawa Syahputra
Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
Kampartrapost.com – Menjadi baik adalah pilihan yang layak untuk dijadikan tujuan dalam hidup. Perilaku baik memiliki makna sangat luas dan relative bagi manusia. Namun bagi Allah kebaikan tersebut tergantung apa yang kita perbuat sesuai aturan dan kehendak-Nya, dan apakah kebaikan itu diterima atau tidak oleh-Nya.
Pernahkah kita menduga bahwa “terlalu baik” bisa tertanam dalam diri manusia? Hal itu berkemungkinan besar tidak akan terjadi pada manusia. Mengapa?
Dalam pengertiannya, manusia adalah insan yang berarti mahkluk sosial. Tidak bisa hidup sendiri dan butuh manusia lain untuk hidup. Itu pertanda manusia memiliki kekurangan sehingga orang lain lah yang bisa menutupinya.
Baca juga: Hargai Perbedaan, MPR Imbau Masyarakat untuk Bijak dalam Bermedia Sosial
Setiap manusia yang terlahir di muka bumi tidak berada dalam kesempurnaan, ada mempunyai kelebihan dan pasti mempunyai kekurangan. Kebaikan tidak bisa diukur atas apa yang dilakukan dan dilihat saja, tetapi juga bergantung niat dari hati apakah benar-benar ikhlas atau tidak.
Seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang ia niatkan”.
Berbeda dengan perspektif yang kita temukan sekarang, banyak dari kalangan remaja atau kaum muda yang malah membatasi kebaikan terhadap orang lain. Padahal kebaikan itu tidak ada batasan dan juga dicari sebanyak-banyaknya selagi ruh masih di terkandung dalam jiwa.
Baca juga: Indonesia Berhasil Taklukan Pandemi, Anies Baswedan: Dunia Tercengang
Biasanya membatasi kebaikan ini banyak dilakukan oleh orang-orang yang tersakiti oleh kehidupan sosial karena tidak mendapat balasan kebaikan yang dilakukannya sesuai yang diharapkannya (ekspetasi), atau istilah lainnya tidak ada feedback. Ada juga karena seseorang tersebut dimanfaatkan semena-mena oleh orang lain, hingga terinjak-injak atas kejahatan dan keburukan orang lain.
Hal inilah yang bisa memunculkan sikap ketakutan, trauma dan mengurung niat untuk melakuan kebaikan sebanyak-banyaknya meski kepada orang yang telah memberinya rasa sakit. Padahal ketika ingin melakukan sesuatu kebaikan, kita dituntut untuk bijaksana.
Jangan melakukan atas nama kebaikan tanpa memikirkan hal untuk selanjutnya, Termasuk untuk kebaikan diri. Karena jika memang iya kebaikan, maka InsyaAllah akan terlahir pula kebaikan dengan cara yang tak terduga dari Sang Khalik.
Dari hal ini, kita mengetahui bahwa sebenarnya kebaikan itu layak kita perjuangkan sebanyak-banyaknya. Tanpa terkecuali, sebab kesempatan hanya sekali dalam menjalani hidup di dunia. Namun hal yang perlu kita perkuat ialah cara kita melakukan kebaikan tersebut. Jika kebaikan kita lakukan dengan bijak atas dasar keikhlasan semata hanya mengharapkan ridha Allah, maka kebaikan itu akan mudah dan tidak akan menjadi beban dalam menjalaninya.
Baca juga: Pengamat: Australia Manfaatkan Celah untuk Kapal Selam Nuklir
Jadi dapat disimpulkan bahwa berbuat baik terhadap sesama merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah kepada manusia. Kata istilah “Terlalu Baik” tidak akan pernah disandang oleh manusia yang tak sempurna. Maha Baik hanya layak diberikan kepada Allah seperti salah satu nama asmaul husna yakni Al Barr.
Ketika melakukan kebaikan kepada sesama, maka lakukanlah dengan ikhlas karena Allah, meski terkadang menyakitkan, namun bagi orang yang beriman semua menjadi ujian pahala dan Allah akan memberi petunjuk bagi orang yang berharap kepada-Nya. Aamiin.