Trend Flexing jadi Ajang Branding, atau Menutupi Kurangnya Percaya Diri?

Kampartrapost.com – Flexing atau pamer merupakan salah satu hal yang sering kali terlihat di zaman perkembangan teknologi dan informasi seperti sekarang. Pamer dianggap sebagai salah satu langkah untuk membangun citra diri atau yang biasa dikenal dengan personal branding.

Ajang flexing saat ini kebanyakan dilakukan dengan menunjukkan barang-barang mahal seperti tas, mobil, ataupun perhiasan dengan harga fantastis.

Orang melakukan hal tersebut dengan beragam alasan, mulai dari ingin mendapat pujian hingga menutup kurangnya rasa percaya diri.

Dalam buku karya Martin Lindstorm dengan judul Brandwashed – Trick Companies Use to Manipulate Our Minds and Persuade Us to Buy, anak dengan rasa kepercayaan diri yang rendah cenderung memanfaatkan merek dari suatu barang.

Orang yang menggunakan barang-barang bermerek biasanya dilihat dan dihargai lebih baik dibandingkan dengan mereka yang menggunakan barang biasa.

Baca juga: Imbas Persoalan Sampah Tak Kunjung Usai, DPRD Pekanbaru Minta DLHK Hukum Pelaku

Jika mengunjungi pusat perbelanjaan atau tempat lainnya, orang yang mengenakan pakaian bagus dan bermerek dipandang baik.

Mereka dianggap sebagai orang yang akan membeli banyak barang, sehingga dapat dilayani dengan lebih baik.

Trend flexing sendiri saat ini tak hanya dapat dilakukan secara langsung, namun juga dengan memanfaatkan medsos atau media sosial.

Dengan sistem penyebaran informasi yang sangat cepat, orang yang ingin menaikkan harga diri mereka dapat memanfaatkan medsos.

Pelaku yang memamerkan barang bermerek di media sosial cenderung lebih mudah di-notice dan menjadi pusat perhatian.

Baca juga: Pantau Prostitusi, Wali Kota Malang Imbau Lurah dan Camat Install Aplikasi MiChat

Di sisi lain, media sosial merupakan wadah yang dapat dimanfaatkan bagi orang yang sebenarnya tidak memiliki barang mewah.

Pengguna media sosial dapat mengklaim suatu barang yang sebenarnya bukan miliknya, namun dapat mengakui seolah-olah dia membayar atas barang tersebut.

Tindakan itu tentunya tak baik dan juga sangat tidak sehat jika dilakukan, terlebih secara terus-menerus.

Untuk itu perlu ditanamkan tentang pentingnya rasa syukur dan gaya hidup yang sederhana dalam diri kita masing-masing.

Hal itu karena ketenteraman hati tak hanya didapat sekadar dari pujian orang lain, namun juga dapat dimiliki dengan bersyukur atas segala nikmat yang dipunya saat ini.

Berita Terkait