Press "Enter" to skip to content

Ketika Demokrasi Diuji: Antara Aspirasi Demonstrasi atau Hanya Panggung Atraksi?

Kampartrapost- Demonstrasi kembali mewarnai ruang publik hari ini. Ratusan, ribuan bahkan jutaan massa turun ke jalan dengan membawa spanduk, poster, dan orasi lantang.

Untuk menyuarakan tuntutan terhadap kebijakan pemerintah yang hanya memikirkan kepentingan politik tanpa mempertimbangkan esensi pada masyarakat.

Contohnya seperti aksi demonstrasi yang ricuh dan berujung pembakaran gedung dprd kota makassar, sulawesi selatan pada jum’at malam 29 agustus 2025.

Namun, di balik gegap gempita aksi masyarakat indonesia hari ini, muncul pertanyaan kritis.

Baca Juga : Tragedi Ojol Terlindas Hingga Tewas, Polri WARAS?

Apakah demokrasi hari ini benar-benar tertunaikan dengan baik sebagai wadah penyampaian aspirasi demonstrasi, atau malah berubah menjadi ajang unjuk atraksi?

Sejumlah pengamat menilai bahwa esensi demonstrasi sebagai ruang demokratis sering kali bergeser.

Tidak sedikit aksi massa yang justru lebih menonjolkan sisi teatrikal dengan kostum, panggung orasi berlebihan, bahkan aksi-aksi simbolis yang terkadang mengaburkan substansi tuntutan.

Adanya provokator merusak esensi demonstrasi

Dugaan adanya provokator yang menyusup di tengah barisan massa juga memperkeruh situasi. Aksi-aksi mereka kerap memancing keributan, menyalakan isu-isu yang tidak relevan, bahkan memprovokasi benturan dengan aparat.

“Kehadiran provokator ini sangat merugikan, karena dapat mencoreng niat tulus para demonstran, ujar Dhebby.

“Yang sebenarnya ingin menyampaikan aspirasi secara damai malah jadi ajang unjuk atraksi,” sambungya.

Peserta aksi memandang kreativitas dan keberanian dalam demonstrasi sebagai strategi untuk membuat suara mereka lebih mudah mendengar serta menarik perhatian publik maupun media.

“Kalau hanya orasi biasa, masyarakat sering diabaikan. Dengan adanya sedikit menekan dengan atraksi massa, diharapkan pesan kita lebih kuat sampai dan lebih di dengar.

“Tapi mahasiswa maupun elemen masyarakat harus tetap fokus pada tujuan awal aksi,” ucapnya.

“Jangan sampai karna adanya provokator malah mengubah panggung demokratis menjadi aksi yang anarkis, yang hanya akan mengaburkan substansi dari tuntutan” ujar dhebby pradhitya.

Follow Instagram Kampartrapost

Kini, publik merefleksikan apakah demonstrasi masih berfungsi sebagai instrumen demokrasi yang sehat.

Atau perlahan beralih menjadi panggung atraksi—bahkan terjebak dalam bayang-bayang provokasi yang justru melemahkan esensi perjuangan?

Penulis : Dhebby Pradhitya

Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Imam Bonjol Padang

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *