Kampartra Post- Fenomena “Tepuk Sakinah” yang ramai di media sosial menarik perhatian banyak pihak, termasuk Habib Jafar.
Dai muda itu mengingatkan bahwa pernikahan tidak cukup hanya dengan seremonial atau hiburan semata, tetapi harus berlandaskan nilai sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Ia menekankan ayat Al-Qur’an yang menyebutkan suami istri ibarat pakaian bagi satu sama lain, sehingga keduanya wajib saling melindungi dan menjaga kehormatan.
Sementara itu, KUA Menteng menjadikan Tepuk Sakinah sebagai metode kreatif dalam program Bimbingan Perkawinan (Bimwin).
Abdul Hakim, penghulu KUA Menteng, menyebut tepuk ini sekadar icebreaking agar calon pengantin lebih mudah memahami lima pilar keluarga.
Lima pilarnya yaitu Zawaj, Mitsaqan Ghalizan, Mu’asyarah Bil Ma’ruf, Musyawarah, serta Taradhin. “Kalau mereka hafal, berarti mereka paham makna sakinah,” ujarnya.
Follow Instagram Kampartra Post
Data Kementerian Agama menunjukkan, sejak 2017 hingga 2024, angka perceraian di Indonesia stabil tinggi, mencapai 25 persen dari total pernikahan.
Artinya, dalam satu juta pasangan yang menikah, sekitar 250 ribu bercerai.
Fakta ini mendorong pemerintah melahirkan berbagai program pendampingan, mulai dari SERASI hingga KOMPAK, yang terus berjalan setelah pernikahan berlangsung.
Habib Jafar menilai kreativitas seperti Tepuk Sakinah bisa menjadi pintu masuk edukasi, asalkan nilai yang disampaikan tetap mengakar pada ajaran agama.
Pertanyaannya, apakah cara sederhana ini benar-benar mampu menekan perceraian atau justru sekadar tren sesaat? Publik kini menunggu sejauh mana ikhtiar ini membuahkan hasil nyata.
Be First to Comment