Kampartra Post- Kerusuhan Nepal memberi peringatan keras kepada pejabat Indonesia. Amukan massa yang memuncak setelah video flexing anak-anak pejabat viral menunjukkan bagaimana kesenjangan dan gaya hidup hedonis elite memicu kemarahan publik.
Saat rakyat bergulat dengan krisis ekonomi, pamer kemewahan memantik dendam yang menumpuk.
Massa menyerang rumah mantan presiden, perdana menteri, dan menteri; mereka juga membakar gedung-gedung simbol kekuasaan sebagai balasan terhadap akumulasi ketidakadilan.
Pemerintah melarang 26 platform media sosial, termasuk Facebook dan Instagram, untuk menekan hoaks, tetapi langkah itu justru mempercepat protes karena generasi muda kehilangan ruang ekonomi dan sosialnya.
Demonstrasi yang semula menolak kebijakan digital berubah menjadi gerakan antikorupsi yang menantang elite politik.
Follow Instagram Kampartra Post
Direktur Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi menilai peristiwa Nepal mengulang luka sejarah yang mirip kerusuhan 1998 dan mengingatkan pejabat agar menjaga perilaku selama menjabat.
Ia meminta pejabat berhenti menipu dan hidup berlebihan supaya pensiun mereka berjalan tenang.
Pelajaran dari Nepal jelas bahwa pejabat harus meningkatkan akuntabilitas, menahan diri dari pamer kekayaan, dan membuka ruang dialog dengan warga.
Pemerintah harus melindungi kebebasan digital tanpa membungkam masyarakat, memperkuat pengawasan anti-korupsi, dan memperbaiki kebijakan ekonomi yang menyentuh kehidupan rakyat.
Para pejabat daerah harus turun tangan, mendengar keluhan warganya, dan membangun program ekonomi yang nyata.
Langkah nyata mengurangi potensi konflik dan memulihkan kepercayaan publik. Waktu bertindak harus segera diambil sekarang juga.
Be First to Comment