Kampartrapost_Gelombang demonstrasi yang membakar Jakarta hingga berbagai daerah Indonesia kini menimbulkan perdebatan besar mengenai siapa sesungguhnya pemicu utamanya.
Hendropriyono menyebut adanya aktor asing yang menggerakkan kaki tangan di dalam negeri, memanfaatkan situasi hingga melahirkan kekacauan nasional.
Ia menyatakan figur non-state actor dari luar negeri punya pengaruh besar dan mampu memanfaatkan antek lokal tanpa disadari sepenuhnya.
Hendropriyono menyebut para antek asing itu tidak menyadari sedang diperalat, meski situasi panas semakin meluas hingga kota-kota besar.
Sementara Jusuf Kalla menilai persoalan utama justru lahir dari sikap anggota DPR yang tidak sensitif menghadapi keresahan masyarakat.
JK menyatakan gaya komunikasi para legislator yang arogan, menghina rakyat, hingga pamer kemewahan memicu gelombang amarah rakyat semakin liar.
Ia mengingatkan, wakil rakyat seharusnya menahan diri dan tidak bicara sembarangan ketika masyarakat sedang terhimpit tekanan ekonomi berat.
Follow Instagram Kampartrapost_
Gelombang demonstrasi dimulai di Jakarta, 25 Agustus 2025, lalu berkembang luas setelah insiden Brimob melindas pengemudi ojek online bernama Affan.
Aksi yang awalnya hanya mengkritisi tunjangan DPR kemudian berubah menjadi solidaritas publik menuntut keadilan atas perilaku aparat kepolisian.
Di berbagai daerah, massa marah membakar gedung pemerintahan, kantor DPRD, hingga markas polisi sebagai simbol kekecewaan yang makin mendalam.
Narasi Berlawanan Memanaskan Situasi
Masyarakat kini terjebak antara dua narasi, apakah dalang asing benar bermain, ataukah kesalahan besar justru ada di DPR.
Kontroversi muncul ketika beberapa legislator merespons kritik dengan joget, pamer gaya hidup, dan melontarkan pernyataan yang menghina rakyat.
Eko Patrio dan Uya Kuya, misalnya, menanggapi kemarahan publik dengan membuat konten hiburan yang justru menertawakan penderitaan masyarakat miskin.
Masyarakat juga mengecam Nafa Urbach setelah ia membandingkan pengalamannya menempuh macet dari Bintaro, seolah tidak memahami kondisi rakyat kecil.
Publik menilai respons semacam itu mempermalukan rakyat yang menuntut hak, hingga akhirnya Nafa meminta maaf kepada masyarakat.
Sementara Ahmad Sahroni malah memperkeruh keadaan dengan menyebut pengkritik DPR sebagai “tolol” bahkan menyebut anak muda demonstran sebagai “brengsek.”
Ucapan itu mempertebal jurang antara rakyat dan wakilnya serta menyalakan kembali api kemarahan yang sebelumnya hampir padam.
Situasi semakin membara setelah aparat terekam memukul demonstran, membuat isu ketidakadilan makin menjadi bahan bakar unjuk rasa.
Hendropriyono tetap menegaskan akan membuka identitas dalang asing suatu hari, meski ia menilai waktunya belum tepat untuk mengumumkannya.
Namun publik menilai, apa pun dalangnya, sikap arogan DPR telah jelas melukai rakyat sehingga protes tak mudah mereda.
Be First to Comment