Framing Media ; Bagaimana Media Mengubah Fakta Menjadi Berita yang Menentukan Opini Publik
Kampartrapost- Di era digital ini, framing media memiliki peran yang semakin besar dalam membentuk cara pandang kita terhadap dunia.
Masyarakat kini mengakses informasi secara instan melalui berbagai platform, mulai dari berita televisi hingga postingan di media sosial.
Framing Media dalam Era Digital
Namun, di balik arus informasi yang begitu deras, ada satu konsep yang harus kita pahami dengan baik, yaitu pembingkaian media.
Media membingkai suatu isu atau peristiwa dengan menentukan cara penyajiannya, dan keputusan tersebut tidak hanya memengaruhi apa yang kita ketahui, tetapi juga cara kita menafsirkannya.
Sebagai seorang mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam yang terlibat aktif dalam organisasi seperti DEMA dan Influence Speak Pro, serta sering terlibat dalam public speaking, framing adalah konsep yang sangat relevan bagi saya.
Dalam dunia komunikasi, framing tidak hanya berlaku di media massa, tetapi juga dalam percakapan sehari-hari, dalam presentasi publik, hingga dalam strategi komunikasi organisasi.
Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang framing media, bagaimana proses ini terjadi, dampaknya terhadap masyarakat dan bagaimana kita sebagai konsumen informasi bisa lebih bijak dalam menyikapinya.
Apa Itu Framing Media?
Framing media adalah proses seleksi, penyajian, dan penekanan elemen-elemen tertentu dalam sebuah berita atau informasi.
Media tidak hanya bertugas melaporkan fakta, tetapi juga membingkai bagaimana fakta tersebut dipahami oleh publik.
Dalam proses ini, ada berbagai teknik ini yang digunakan, mulai dari pemilihan kata-kata, penekanan pada aspek tertentu, hingga keputusan untuk menonjolkan atau menyembunyikan informasi tertentu.
Sebagai contoh, dalam melaporkan isu ekonomi, satu media mungkin lebih menyoroti kebijakan pemerintah yang dianggap berhasil dalam menekan inflasi,
sementara media lain mungkin lebih fokus pada kritik terhadap tingginya angka pengangguran.
Dampak Pemilihan Framing terhadap Publik
Follow Media Sosial Kampartrapost
Meskipun kedua media tersebut berbicara tentang situasi ekonomi yang sama, framing yang berbeda menghasilkan pandangan yang berbeda pula di mata masyarakat.
Framing media sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk nilai-nilai yang dianut oleh pemilik media, kepentingan ekonomi, tekanan politik, dan kebutuhan untuk menarik perhatian audiens.
Pada intinya, hal ini adalah cara media untuk “mengedit” kenyataan dan menyajikan versi cerita yang diinginkan.
Pengalaman Pribadi dengan Framing: Dari Public Speaking hingga Media Sosial
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan public speaking dan berbagai kompetisi seperti presenter dan MC, saya sering dihadapkan pada bagaimana framing dapat mempengaruhi persepsi audiens.
Ketika saya membawakan sebuah acara atau menjadi moderator dalam diskusi, cara saya menyampaikan informasi, memilih kata-kata
dan menekankan poin-poin tertentu sangat mempengaruhi bagaimana audiens memahami topik yang sedang dibahas.
Mengapa Framing Media bisa Menyimpang dari Fakta?
Pengalaman ini membuat saya lebih sadar bahwa framing tidak hanya terjadi di media massa, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika berbicara di depan publik, saya sebenarnya sedang “membingkai” bagaimana informasi tersebut akan diterima oleh audiens.
Saya menyadari bahwa setiap kata yang saya pilih dan cara saya membawakannya dapat mempengaruhi pemahaman dan reaksi audiens.
Ini adalah pelajaran penting yang juga relevan dalam kehidupan media digital kita saat ini.
Mengapa Framing Media Bisa Menyimpang dari Fakta?
Sebagai contoh, berita tentang aksi demonstrasi bisa diframing dengan dua cara yang sangat berbeda.
Satu media mungkin membingkainya sebagai “aksi damai untuk menuntut keadilan,” sementara media lain mungkin menyebutnya sebagai “kerusuhan yang merusak fasilitas umum.”
Kedua framing ini dapat membentuk persepsi yang sangat berbeda tentang peristiwa yang sama.
Alasan mengapa framing media sering kali menyimpang dari fakta bisa berasal dari banyak faktor. Pertama, media memiliki kepentingan ekonomi.
Dalam era persaingan yang ketat, media harus menarik perhatian audiens agar mendapatkan lebih banyak iklan dan pendapatan.
Untuk mencapai hal ini, media sering kali menonjolkan sisi sensasional dari suatu berita dan menyajikannya dengan cara yang lebih dramatis,
bahkan jika itu berarti mengorbankan beberapa elemen kebenaran.
Kedua, framing media juga dipengaruhi oleh kepentingan politik.
Banyak media yang dimiliki oleh individu atau kelompok dengan agenda politik tertentu.
Hal ini membuat kita sebagai konsumen media harus lebih kritis dalam menerima informasi.
Ketiga, tekanan sosial juga dapat mempengaruhi framing media. Di media sosial, misalnya, ada kecenderungan untuk memposting konten yang dapat mengundang lebih banyak “like” dan “share”.
Ini sering kali mendorong framing yang lebih emosional dan kurang berdasarkan fakta, karena konten yang viral cenderung lebih sensasional.
Dampak Framing Terhadap Opini Publik
Framing memiliki dampak besar terhadap cara kita memandang dunia. Dalam jangka panjang, framing yang terus-menerus dapat membentuk opini publik dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Misalnya, tentang isu-isu lingkungan bisa sangat mempengaruhi bagaimana masyarakat dan pemerintah merespons perubahan iklim.
Jika media lebih sering membingkai isu ini sebagai ancaman serius bagi keberlangsungan bumi, maka masyarakat dan pembuat kebijakan mungkin akan lebih mendukung langkah-langkah pro-lingkungan.
Sebaliknya, jika hal ini lebih berfokus pada argumen yang meremehkan dampak perubahan iklim
atau menekankan pada kerugian ekonomi dari kebijakan hijau, maka dukungan publik terhadap kebijakan tersebut mungkin akan melemah.
Ini menunjukkan betapa pentingnya framing dalam membentuk narasi besar yang pada akhirnya mempengaruhi keputusan-keputusan penting di tingkat nasional maupun global.
Dalam konteks kehidupan pribadi saya, saya merasakan dampak framing saat berada di organisasi kampus dan saat terlibat dalam berbagai kegiatan sosial.
Saya sering melihat bagaimana kita dapat mempengaruhi cara orang memandang isu-isu di kampus atau di masyarakat.
Misalnya, ketika ada program kerja yang mendapat kritik dari sebagian mahasiswa, cara kami sebagai pengurus organisasi membingkai penjelasan dan respons sangat mempengaruhi persepsi publik terhadap program tersebut.
Jika kami bisa menyajikan informasi dengan angle yang positif dan konstruktif, kritik tersebut bisa berubah menjadi dukungan.
Framing di Era Digital dan Media Sosial
Di era digital saat ini, framing menjadi lebih rumit dengan munculnya media sosial. Platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok memungkinkan siapa saja untuk menjadi “jurnalis” dan memposting informasi atau opini mereka.
Ini memberikan kebebasan lebih besar bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat mereka, tetapi di sisi lain, juga menimbulkan risiko penyebaran misinformasi dan manipulasi framing.
Salah satu contoh framing di media sosial yang paling umum adalah dalam konten visual.
Fotografer mengambil foto dari sudut tertentu atau mengeditnya untuk menonjolkan aspek-aspek tertentu, sehingga membingkai peristiwa tersebut dengan cara yang berbeda dari kenyataan
Sering kali, kita melihat media membingkai suatu peristiwa yang membuat itu bisa menjadi sangat positif atau sangat negatif, tergantung pada bagaimana gambar atau videonya disajikan.
Dalam konteks ini, sebagai konsumen informasi, kita harus lebih kritis dan selektif.
Media sosial sering kali mendorong pengguna untuk bereaksi cepat terhadap informasi yang mereka lihat,
Namun, kita harus melatih diri untuk berhenti sejenak, mempertanyakan framing yang disajikan, dan mencari sumber informasi yang lebih akurat dan berimbang
Menjadi Konsumen Media yang Kritis
Sebagai mahasiswa yang belajar di bidang komunikasi, saya belajar untuk lebih kritis terhadap framing media.
Ini adalah keterampilan yang sangat penting, terutama di era di mana informasi datang dari berbagai arah dengan kecepatan yang luar biasa.
Untuk menjadi konsumen media yang bijak, kita perlu memahami bahwa setiap berita atau informasi yang kita konsumsi telah melalui proses framing.
Salah satu cara untuk melatih sikap kritis ini adalah dengan membandingkan berbagai sumber berita yang meliput isu yang sama.
Misalnya, ketika ada peristiwa besar seperti pemilihan umum atau krisis ekonomi, cobalah untuk membaca berita dari media yang berbeda, baik dari dalam maupun luar negeri.
Media menggunakan berbagai framing yang memberikan gambaran lebih utuh dan objektif tentang peristiwa tersebut.
Apakah media menyajikan berita dengan cara tertentu untuk mendorong kepentingan tertentu?
Apakah media sengaja menghilangkan atau melebih-lebihkan informasi?
Sikap kritis seperti ini membantu kita agar tidak mudah terpengaruh oleh framing yang mungkin menyimpang dari kenyataan.
Kesimpulan
Media membingkai informasi untuk memengaruhi cara publik memahaminya.
Sebagai konsumen informasi, kita harus lebih kritis menanggapi framing yang media terapkan
terutama di era digital ketika informasi tersebar sangat cepat dalam berbagai bentuk.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang framing, kita bisa menjadi konsumen media yang lebih bijak dan tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang mungkin tidak sesuai dengan fakta.
Dalam kehidupan saya pribadi,
saya melihat bagaimana framing mempengaruhi cara orang memandang isu-isu sosial dan politik, baik di kampus maupun di luar.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memahami bahwa framing tidak hanya terjadi di media besar, tetapi juga dalam interaksi sehari-hari.
Dalam peran saya sebagai mahasiswa, pengurus organisasi, dan peserta aktif dalam kegiatan public speaking
saya sering menyadari bahwa cara kita membingkai pesan dapat mengubah persepsi orang lain terhadap suatu isu.
Dengan kesadaran ini, saya berharap dapat menggunakan kemampuan komunikasi saya untuk membingkai narasi yang lebih positif, obyektif, dan membangun, baik dalam lingkungan akademik, profesional, maupun sosial.
Kita sebagai konsumen informasi harus bijak dan tidak langsung menerima informasi yang media sajikan.
Melakukan cross-check terhadap berbagai sumber, memahami motif di balik framing, dan bersikap kritis adalah langkah penting untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat tentang realitas.
Dengan demikian, kita bisa menghindari manipulasi informasi yang mungkin terjadi dan tetap objektif dalam membentuk opini publik.
Melalui pemahaman ini, saya berkomitmen untuk terus mengasah kemampuan komunikasi saya
baik sebagai pembicara publik maupun sebagai konsumen media, agar dapat memberikan kontribusi positif dalam dunia informasi yang semakin kompleks ini.
Framing yang tepat bukan hanya soal bagaimana kita menyajikan cerita
tetapi juga tentang tanggung jawab kita dalam menyampaikan kebenaran kepada masyarakat luas.
Oleh: Yuwanda Efrianti