Kritik atau Pembekuan? Kebebasan Mahasiswa dalam Sorotan
Kampartrapost- Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (BEM FISIP Unair) baru-baru ini mengalami pembekuan setelah menerbitkan sindiran.
Sindiran itu terkait pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Kejadian ini memicu perhatian publik dan pernyataan dari Ketua Komisi X DPR RI.
Hetifah Sjaifudian, yang menegaskan pentingnya menjaga kebebasan berorganisasi bagi mahasiswa.
“Kebebasan berpendapat dan berorganisasi harus dijaga. Organisasi mahasiswa tidak seharusnya dibekukan hanya karena kritik atau pendapat yang berbeda,” ujar Hetifa.
Dia menekankan bahwa jika ada masukan atau teguran, sebaiknya harus secara konstruktif, bukan dengan langkah yang ekstrem seperti pembekuan organisasi.
Sebelumnya, Dekanat FISIP Unair mencabut SK pembekuan fungsionaris BEM setelah mengadakan audiensi dengan pimpinan BEM.
Dalam pertemuan tersebut, Dekan FISIP Unair, Prof. Bagong Suyanto, menegaskan bahwa penting untuk menyampaikan aspirasi mahasiswa.
Penyampaian ini harus dengan bahasa yang sesuai dan menjaga marwah akademik.
“Setelah berbicara dari hati ke hati, kami sepakat untuk tidak menggunakan diksi yang kasar. Kita perlu menghargai kultur akademis yang ada,” ungkap Prof. Bagong.
Keputusan ini menunjukkan harapan agar mahasiswa bisa lebih kritis dan tetap berperan aktif dalam organisasi mereka.
Kejadian ini menjadi sorotan karena menunjukkan dilema antara kebebasan akademik dan tanggung jawab dalam menyampaikan kritik.
Masyarakat dan mahasiswa kini menunggu perkembangan selanjutnya.
Mengenai bagaimana kampus akan mengelola kebebasan berekspresi di lingkungan akademis.