Thaharah Sebagai Syarat Sah Ibadah
Kampartrapost–Islam adalah agama yang sangat sempurna dan detail dalam mengatur segala bentuk aspek hukum dari hal yang kecil hingga yang paling besar.
Maka dari itu, hukum mulai mengatur bagaimana caranya kita mensucikan diri (thaharah).
Secara bahasa, thaharah berasal dari bahasa Arab yang berarti suci dan bersih. Secara istilah, rangkaian kegiatan yang sistematika untuk membersihkan diri dari najis dan hadast.
Terdapat dalam sebuah hadist yang menjelaskan tentang urgensi thaharah sebelum menjalankan ibadah sebagai seorang muslim sejati.
“Shalat tidak diterima tanpa didahului dengan bersuci.” (HR. Muslim No. 224).
Jadi, sungguh jelas bahwa bersuci sangat penting karena sebagai syarat sah ibadah sholat. Dan secara hukum fiqh, bersuci merupakan aspek yang paling mendasar.
Bersuci merupakan bagian terpenting dalam ajaran agama Islam. Terlihat mudah dan sepele, namun jika tidak sempurna implementasinya akan menyebabkan ibadah kita kurang sempurna bahkan tertolak.
Bersuci (thaharah) hukumnya wajib karena merupakan kunci dari segala kunci ibadah.
Melakukannya dengan wudhu untuk menghilangkan hadast kecil, mandi untuk mensucikan hadast besar, dan boleh tayammum untuk menggantikan wudhu saat tidak ada air.
Sedangkan jika bernajis harus membersihkan terlebih dahulu sesuai dengan tingkatan najisnya.
Pembagian Thaharah dalam Hukum Fiqh
Thaharah terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bersuci lahiriah (fisik) menyangkut aspek kebersihan diri najis dan hadast, pakaian, tempat ibadah dari najis dan kotoran dan segala aspek yang tampak fisiknya serta mempunyai peran dalam keberlangsungan suatu ibadah.
Cara membersihkannya pun dengan membersihkan kotoran itu sampai hilang bau, warna, rasa kemudian bersuci bathiniah, membersihkan dan menyucikan hati dari dosa dan penyakit hati.
Cara menyucikannya dengan memperbanyak istighfar dan sholat taubat serta tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Hadast dan Najis Sebagai Objek
Dalam konsep bersuci, kita harus mengetahui hadast dan najis.
Menurut mazhab kita Asy – Syafi’i, mengungkapkan bahwa hadast adalah suatu keadaan seseorang yang tidak suci karena aktivitas tertentu dan dapat terhalang untuk melakukan ibadah.
Hadast terbagi menjadi 2 bagian, hadast kecil (buang air kecil, buang angin) dan hadast besar (keluar air mani, bersetubuh, menstruasi, melahirkan).
Sedangkan najis yaitu sesuatu zat yang dianggap kotor dan menjijikkan.
Najis terbagi 3 bagian, yaitu najis ringan (mukhaffafah), najis sedang ( muthawasithah), dan najis berat (mughalazah).
Dengan memahami konsep bersuci dan pembagiannya, tentu menjadi acuan kita dalam bersuci dan harapannya adalah ibadah yang kita lakukan selama ini mmendapatkan validasi dari Allah SWT.