Press "Enter" to skip to content

Perambahan Hutan Ilegal di Kampar, Miris ASN dan Tokoh Adat Terlibat

Kampartrapost – Pada 9 Juni 2025 Polda ( Kepolisian Daerah) Riau berhasil mengungkap kasus dan mengamankan pelaku perambahan hutan secara ilegal di Kabupaten Kampar.

Sekitar 60 hektar lahan di kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung Si Abu, Desa Balung, Kabupaten Kampar, Riau telah gundul.

Perambahan hutan ini bukan hanya menyebabkan gundulnya hutan, tapi juga hilangnya habitat pepohonan da satwa. Terlebih lagi kawasan hutan tersebut merupakan habitat satwa langka.

Kapolda Riau, Herry Heryawan menyatakan bahwa tindakan ini merupakan kejahatan pembunuhan massal yang mana melakukan ekosida terhadap pohon-pohon.

“Ini bukan hanya kejahatan biasa, tapi luar biasa. Karena kerugiannya tidak bisa kita ukur secara materi saja tapi dampaknya sampai mencederai warisan untuk anak cucu kita,” jelasnya.

Adapun tujuan sekelompok pelaku melakukan perambahan hutan negara adalah untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit.

Polda Riau menemukan ratusan bibit sawit siap tanam di kawasan tersebut. Bahkan sudah ada yang sudah mereka tanam yang berusia 6 bulan hingga 2 tahun.

Follow Instagram Kampartrapost

Pelaku Perambahan Hutan Secara Ilegal

Direktur Ditreskrimsus Polda Riau mengungkap empat orang pelaku, di antaranya merupakan tokoh adat dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pelaku tersebut adalah Muhammad Mahadir (40) dan Yoserizal (43) yang merupakan tokoh adat atau Ninik Mamak Desa Balung.

Kemudian, Buspami (48) yang merupakan ASN Dinas Pendidikan Kampar. Satu orang lainnya  yaitu M Yusuf Tarigan, yang membeli lahan.

Adapun kronologinya, Muhammad Mahadir (40) dan Yoserizal (43) mengaku lahan tersebut merupakan tanah ulayat (tanah turun-temurun) seluas 6.000 hektar.

Lalu mereka jual kepada M Yusuf Tarigan yang merupakan pihak perusahaan sawit yang akan mengelola lahan tersebut dengan sistem kerjasama.

Dari 6.000 hektar lahan yang mereka jual, baru 60 hektar yang sudah mereka rambah dan tanami sawit.

Direktur Ditreskrimsus Polda Riau, Kombes Ade Kuncoro Ridwan mengungkap bahwa modus para pelaku dilakukan secara sistematis dengan memanfaatkan celah administratif di tingkat lokal.

Pelaku menggunakan dokumen, seperti surat hibah, kwitansi jual beli, dan perjanjian kerja untuk melegitimasi aktivitas mereka.

“Mereka mencoba menyamarkan aktivitas ilegal ini dengan dokumen hibah dan surat adat. Tapi faktanya, seluruh aktivitas dilakukan di kawasan hutan lindung yang statusnya dilindungi oleh undang-undang,” jelasnya.

Keempat tersangka terjerat Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Serta Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Dengan ancaman hukuman mencapai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp7,5 miliar.

Be First to Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *