Kampartrapost- Pemikiran bajak laut dan pemerintah jelas menunjukkan perbedaan yang jauh. Bajak laut menekankan kebebasan dan kekerasan, sedangkan pemerintah menekankan aturan serta menjalankannya melalui mekanisme hukum.
Namun, apakah keduanya bisa kita sandingkan dengan kondisi saat ini? Ataukah lebih baik kita menjalankan aturan dengan pola pikir bajak laut?
Kini, masyarakat lebih sering melihat aparat memakai pola pikir bajak laut daripada pemerintah.
Aparat memilih menetralisasi aksi unjuk rasa dengan kekerasan, bukan dengan pola pikir rasional dan terukur.
Akibatnya, demonstrasi terhadap pemerintah berubah menjadi kekerasan, bahkan menimbulkan korban jiwa.
Salah satu contohnya, aparat melindas pengemudi ojek online Affan Kurniawan hingga meninggal pada 28 Agustus.
Peristiwa itu merusak citra aparat sekaligus memicu emosi publik untuk membalas dengan kekerasan.
Gus Dur pernah menegaskan bahwa salah satu cara menyelesaikan konflik dan menolak kekerasan ialah dengan mengutamakan dialog. Sayangnya, aparat berulang kali mengabaikan cara tersebut.
Pemikiran bajak laut memang menawarkan perspektif unik tentang kebebasan tidak hanya bebas bertindak, tetapi juga memberi ruang untuk empati, simpati, dan delegasi.
Sementara itu, pemerintah menjalankan aturan sesuai undang-undang. Hanya saja, kelalaian pemerintah sering melahirkan aksi nyata yang merugikan masyarakat.
Kesimpulan
Kita harus menghadapi konflik dan perbedaan pendapat dengan mengutamakan dialog dan empati. Dengan memahami beragam perspektif, kita bisa menemukan solusi yang lebih baik dan membangun masyarakat yang lebih harmonis serta damai.
Karena itu, mari kita mengutamakan dialog dan kerja sama untuk menuntaskan persoalan, baik yang baru muncul maupun yang sudah lama tertunda.
Follow Instagram Kampartrapost
Penulis : Muhammad Riski
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Imam Bonjol
Be First to Comment