Kabupaten Kampar; Idaman untuk Dipimpin atau Dikuasai?
Penulis
Sabaril Nopri
Pemuda Kecamatan XIII Koto Kampar
Kampartrapost – Setelah dilantiknya presiden, wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara bertahap. Kini kita akan dihadapkan dengan hajatan politik elektoral yang belum kunjung selesai. Hajatan tersebut salah satunya berupa pemilihan Bupati Kampar, walikota, gubernur beserta wakil- wakilnya di Riau.
Hari ini di Kabupaten Kampar para calon bupati dan wakilnya beserta tim sukses sedang mengobral janji, memanaskan mesin politik di 21 kecamatan yang ada, menyusun dan mengimplementasikan strategi serta taktik agar masyarakat menetapkan untuk memilih mereka.
Para kandidat memberikan harapan semu seolah-olah masyarakat akan mendapatkan pemimpin dan harapan baru.
Sementara masyarakat setelah pesta ini berakhir, mereka akan kembali ke ladang, sungai, dan pabrik untuk memastikan dapur agar tetap berasap.
Birahi Kekuasaan
Pada masa kolonialisme dan imperialisme Belanda di Indonesia, pemilihan pemimpin di level daerah sangat ditentukan oleh rezim kolonial.
Klik untuk Follow Instagram Kampartrapost
Penguasa dan pemodal mampu mengatur pencalonan siapa yang pantas untuk ditunjuk sebagai kepala daerah.
Dengan biaya Politik yang sangat besar, telah menjadi rahasia umum bahwa transaksi politik sering terjadi untuk menentukan siapa calon kepala daerah yang pantas ditunjuk memimpin suatu daerah.
Oleh karena itu, Belanda telah berhasil mewariskan budaya korupsi, nepotisme, dan budaya ‘menjilat’ kepada orang Indonesia yang ingin memimpin suatu daerah.
Dewasa ini, Kabupaten Kampar sedang berada di fase kritis.
Menghimpun data dari BPS Provinsi Riau, pada tahun 2023 pengangguran di Kampar semakin menjamur dengan jumlah 12.923 orang.
Kemudian 2.073 km ruas dari 726.77 km jalan kabupaten masuk dalam kategori rusak ringan, 78.90 km rusak berat dengan proporsi jalan kondisi baik hanya 61%.
Lebih lanjut, belum lagi permasalahan sosial seperti narkoba, judi online yang telah merusak golongan anak muda di Kampar
Banyaknya pejabat yang menghabiskan dana untuk acara saremonial dan perjalanan dinas yang bisa dikatakan sia-sia, tidak memberikan dampak signifikan terhadap masyarakat.
Aktivitas tersebut terkesan hanya menghamburkan APBD saja.
Hampir setengah dari APBD kabupaten habis oleh kegiatan saremonial mereka, sementara minim dengan kegiatan yang berorientasi terhadap peningkatan kapasitas serta kapabilitas masyarakat.
Harapan Kita Bersama
Sebagai warga Kabupaten Kampar kita pun berhak untuk menagih pemimpin yang bisa membawa kepada kesejahteraan.
Terlebih lagi, pemimpin seharusnya hanya punya satu kepentingan, yakni kepentingan masyarakat dan kemajuan daerahnya.
Harapan tentu digantungkan kepada calon yang telah ditetapkan oleh KPU Kabupaten Kampar.
Pasangan Repol-Ardo yang berlatar belakang politikus, Yusri-Rinto yang berlatar belakang birokrat dan profesional.
YuzarMisharti berlatar belakang birokrat politikus, serta Yuyun-Edwin yang juga berlatar belakang politikus, kini mereka saling berlomba-lomba untuk meyakinkan masyarakat Kampar melalui politik branding di sosial media serta mendatangi langsung kerumunan masyarakat maupun ke polosok Kabupaten Kampar.
Upaya itu mereka lakukan tidak lain untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat dalam mengisi tampuk kekuasaan tertinggi di kabupaten Kampar.
Sehingga kita pun sebagai masyarakat Kampar, berharap para pemimpin ini mampu berpolitik dengan elegan.
Tidak hanya menggunakan metode receh seperti membagikan kelender, berjoget riah atau menjual nama besar orang tua.
Maka masyarakat harus mampu menagih gagasan serta pemikiran untuk membawa Kabupaten Kampar ke arah yang lebih baik lagi ke depannya.
Sejalan dengan konteks tersebut, Hans J. Margenthau menulis sebuah buku yang berjudul Politics Among Nations The Struggle For Power and Peace mengatakan bahwa:
“Sangat bias dan keliru untuk menilai kualitas politisi atau pejabat hanya dari nilai-nilai atau citranya saja. Sebaiknya kualitas politisi atau pejabat harus dilihat dari kemampuan dan dampak dari kebijakan yang dibuatnya”
Oleh karena itu, terlepas dari politik branding yang dilakukan oleh setiap kandidat, kita sebagai masyarakat Kampar sebenarnya memiliki keleluasaan untuk melihat rekam jejak mereka saat menjabat di beberapa waktu sebelumnya.
Kita bisa melihat dan mencari fakta apa saja progres yang telah mereka lakukan sebelumnya.
Falsafah Jawa Sabda Pandita Ratu Tan Kena Wola Wali yang bermakna seorang raja atau pemimpin tidak boleh mengganti ucapan atau keputusannya, karena keputusan seorang pemimpin jika sekali diucapkan, maka ucapannya akan menjadi pedoman.
Melalui falsafah Jawa ini, kita sebagai masyarakat Kampar harus mampu menekankan kembali kepada mereka sebagai kandidat untuk bertanggung jawab atas janji-janji yang dilontarkan.