Nagari Maek: Nagari Seribu Menhir di Sumatera Barat
Kampartrapos – Sumatera Barat memiliki banyak peninggalan sejarah baik dari masa penjajahan, awal kemerdekaan, hingga masa kuno yang jauh sebelum itu. Nagari Maek, salah satu wilayah di Sumatera Barat merupakan bukti bahwa ada kehidupan di tanah Minangkabau sebelum penanggalan masehi dimulai.
Maek adalah sebuah wilayah seluas 12 hektare yang dikelilingi perbukitan. Lembah yang berbatasan dengan Nagari Sungai Naniang di sebelah timurnya ini penuh dengan sejarah, kebudayaan, dan bukti peradaban kuno. Wilayah subur ini terdiri dari 12 jorong yang memiliki kompleks menhir masing-masing.
Menurut KBBI, menhir adalah batu besar seperti tiang atau tugu yang ditegakkan di atas tanah, merupakan hasil kebudayaan megalit. Menhir sendiri menurut pernyataan ahli sejarah adalah peninggalan yang berasal dari zaman megalitikum.
Nagari Maek dijuluki dengan Nagari Seribu Menhir. Banyaknya peninggalan menhir di satu wilayah di sekitaran Bukit Barisan ini menjadi alasan penaamaan tersebut. Dari 12 titik, hanya 5 titik yang berisi peninggalan tulang manusia. Tulang-belulang itu kemudian sebagiannya dibawa ke Australia untuk diteliti yang kemudian menghasilkan kesimpulan bahwa kerangka-kerangka tersebut setidaknya berasal dari 1500 tahun sebelum masehi.
Dari total 3 titik yang penulis kunjungi pekan lalu Menhir Bawah Parit merupakan lokasi dengan jumlah menhir terbanyak. Ada 374 menhir di lokasi dengan luas 1,5 hektar ini. Ukurannya pun beragam dimulai dari selebar sejengkal, hingga satu setengah depa orang dewasa. Posisi batu-batu ini seluruhnya menghadap Gunung Sago, menimbulkan perkiraan bahwa peletakan ini disengaja. Masyarakat di zaman itu meyakini bahwa arwah orang yang meninggal akan bersemayam di puncak gunung tersebut.
Follow untuk beragam informasi menarik lainnya.
Menurut penuturan Santiana, seorang warga setempat, menhir-menhir di lokasi pertama ini berfungsi sebagai pemakaman. Penggalian menhir pada tahun 1985 dibawah tersebut membuktikan informasi tersebut dengan penemuan kerangka manusia. Setiap batu-batu kecil berfungsi sebagai makam bagi satu orang. Sementara batu-batu besar bisa berisi 4 kerangka manusia yang saling tindih dan menghadap ke segala arah.
Lokasi kedua adalah Menhir Ronah. Menhir-menhir di lokasi ini jauh lebih sedikit dan tidak seterawat menhir di dua lokasi lainnya.
Titik terakhir adalah titik yang juga menjadi lokasi Festival Budaya Maek pada Juli lalu, Menhir dan Balai Batu Koto Gadang. Ukuran menhir di lokasi ini lebih besar dibanding menhir di Bawah Parit. Berbatasan dengan tebing buram di belakangnya, Koto Gadang menawarkan pemandangan yang fantastis. Bukit sambung-menyambung terlihat seperti lukisan di bawah langit biru.
Balai batu berukuran 7×7 meter dengan tinggi 90 cm berada di tengah lokasi. Menurut catatan Badan Pelestarian Kebudayaan Sumbar, balai batu ini didirikan pada kisaran abad ketujuh dan digunakan sebagai balai pertemuan. Masyarakat di masa itu sudah menetapkan hukum dan sanksi adat yang membantu mengatur kehidupan mereka.
Adanya ukiran di sebagian menhir-menhir di ketiga lokasi tersebut kemungkinan menunjukkan kasta dan posisi seseorang, tutur perwakilan BPK Sumbar tersebut.