Penulis: Tomi Hendra, M.Sos
Dosen Ilmu Komunikasi
UIN Sjech M.Djamil Sjambek Bukittinggi
Kampartrapost – Belakangan ini, media sosial ramai memberitakan persoalan kekerasan terhadap anak. Namun naasanya sebagian besar kekerasan tersebut dilakukan oleh orang tua kandung mereka sendiri. Mulai dari kasus pemukulan, ada yang dimaki setiap hari, bahkan ada kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri. Tentu mendengar dan membaca pemberitaan seperti ini rasanya tamparan keras bagi orang tua. Karena tak habis pikir, kenapa ada orang tua kandung sendiri tega dan sampai hati melakukan ini semua?
Kita semua tau dan menyadari bahwa anak merupakan sebuah anugerah, titipan dan amanah yang diberikan kepada kita selaku orang tua. Perlu kita sadari bahwa tidak semua pasangan yang berkesempatan untuk menjadi orang tua. Bahkan ada di antara mereka yang bertahun-tahun harus menunggu kehadiran seorang anak, dan bahkan sampai rela melakukan apa saja hanya demi untuk bisa mendapatkan si buah hati. Tapi di sisi yang berbeda kita diperlihatkan dengan fenomena yang berbeda, mereka yang sudah diberikan amanah untuk menjadi orang tua, justru menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan. Bukan hanya sekedar menyia-menyiakan, ada yang menyakiti bahkan sampai tega memperkosa anak kandungnya sendiri. Entah setan apa yang sedang merasuki dirinya, entah iblis apa yang telah bertengger di telinganya mereka.
Tentu ini semua buka soal moral semata, tapi ini soal kemanusiaan. Kita menyadari, anak itu lahir dan datang ke dunia dengan polos. Bahkan mereka tidak minta dilahirkan, dan juga tidak menentukan siapa orang tua dan dari keluarga mana dia harus dilahirkan. Maka dari itu sudah seharusnya sebagai orang tua kita harus mampu menjadi pelindung pertama bagi mereka, bukan perusak pertama bagi mereka.
Follow Instagram Kampartrapost
Tapi saat ini, dunia yang semakin dihiasi dengan persoalan-persoalan dunia yang tidak bisa dihindari, kita tidak boleh menutup mata dan telinga begitu saja. Namun kenyataannya di lapangan sering kita melihat dan mendengar, bahwa tidak sedikit kekerasan pada anak dalam rumah tangga di kemas dengan rapi dan cantiknya bahwa apa yang dilakukan oleh orang tua diberi dalih dengan kata”mendidik”.
Kita perlu jujur pada diri sendiri, bahwasanya tidak sedikit di antara kita yang berada di lingkungan dengan budaya yang menganggap bentakan, cubitan, bahkan pukulan sebagai bagian dari cara membesarkan anak. Atau pernah menjadi korban dari prilaku itu semua pada masa kecilnya. Tapi pertanyaannya apakah hal demikian benar-benar mampu dan bisa menjadi tolak ukur dalam keberhasilan mendidik anak? Atau jangan-jangan hanya untuk pelampiasan semata?
Terkadang sebagai orang kita buta terhadap apa yang dilakukan pada anak itu sendiri. Luka yang dialami anak itu terkadang tidak tampak oleh mata. Bahkan bentakan pada anak dianggap hal yang biasa. Sehingga anak yang sering di bentak dan dimarahi bisa tumbuh menjadi orang dewasa yang ragu untuk mencintai diri sendiri.
Perlu disadari, anak yang hidup dan tumbuh dalam ketakutan bisa menjadi pribadi yang penuh dengan kecemasan, tidak percaya pada orang lain bahkan mereka sering menyakiti diri sendiri. Mirisnya, pola yang pernah diterima sang anak kemungkinan besar bisa terulang kembali pada saat mereka telah menjadi orang tua.
Dalam hal ini, kita tidak bisa hanya berharap pada aparat hokum. Memang negara kita memiliki undang-undang perlindungan anak. Tapi dengan hukum tidaklah cukup jika lingkungan sekitar tidak mendukung.
Sudah seharusnya semua elemen yang ada menjalankan peran dan fungsi masing-masing dalam menjaga anak-anak terutama para orang tua. Karena lingkungan keluarga merupaka kunci utama untuk tumbuh dan berkembangnya anak. Di samping keluarga, lingkungan serta sekolah juga memiliki peran yang penting dalam menjaga anak.
Ruang dan lingkungan aman perlu diciptakan untuk anak-anak, serta orang tua perlu mendapatkan kelas parenting, komunitas pendamping keluarga dan konseling. karena mendidik anak bukanlah hal yang mudah dilakukan. Anak-anak merupakan asset yang paling berharga bagi para orang tua. Jangan sampai penyesalan tumbuh di hari tua.
Maka dari itu mari kita mulai dari hal yang terkecil dalam rumah tangga, berhentilah untuk membentak dan melakukan kekerasan terhadap anak. Apapun itu bentuknya. Jadilah orang tua yang mau mendengarkan anak dan di sisi yang berbeda jadilah teman dan sahabat buat anak.