Kampartra Post- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi langkah strategis pemerintah dalam mengatasi masalah gizi di Indonesia, namun terdapat beberapa tantangan.
Meski bertujuan baik, program Makan Bergizi Gratis (MBG) ini menghadapi 10 tantangan besar yang memerlukan perhatian serius untuk memastikan keberhasilannya.
1. Kualitas dan Variasi Makanan
Kualitas makanan yang rendah atau variasi menu yang monoton menjadi tantangan utama.
Anak-anak bisa bosan dengan menu yang sama, mengurangi asupan nutrisi yang seharusnya optimal.
Solusinya, menu harus mendapat rancangan oleh ahli gizi, mencakup sumber protein, vitamin, dan mineral, serta menyesuaikan kebutuhan usia anak.
2. Pendanaan yang Tidak Memadai
Meski pemerintah mengalokasikan Rp 71 triliun dari APBN 2025, tanpa perencanaan konkret, program ini bisa terkendala.
Konsep “Money Follow Program” belum ter-implementasikan sepenuhnya.
Sehingga keberlanjutan anggaran menjadi pertanyaan besar.
Kolaborasi dengan sektor swasta, LSM, dan donor internasional dapat membantu menutup kekurangan dana.
3. Distribusi dan Logistik
Daerah terpencil dengan infrastruktur terbatas menghadirkan tantangan distribusi.
Makanan berisiko basi atau rusak sebelum sampai ke penerima.
Sistem distribusi yang efektif, fasilitas penyimpanan memadai, dan kerja sama dengan produsen lokal menjadi solusi utama.
4. Keamanan dan Kebersihan Pangan
Makanan yang tidak higienis dapat menyebabkan penyakit.
Pelatihan sanitasi bagi penyedia makanan, serta inspeksi berkala oleh otoritas terkait, perlu untuk menjaga kualitas makanan.
5. Porsi Makanan yang Tidak Sesuai
Porsi makanan yang tidak sesuai kebutuhan anak-anak pada berbagai jenjang usia dapat menyebabkan kurang atau lebihnya gizi.
Ahli gizi harus menyusun porsi yang tepat berdasarkan usia dan aktivitas anak.
Follow Instagram Kampartra Post
6. Kurangnya Edukasi Gizi
Tanpa edukasi, anak-anak dan orang tua cenderung tidak memahami pentingnya makanan bergizi.
Kampanye gizi atau pelatihan untuk orang tua diperlukan agar pola makan sehat dapat diterapkan pada rumah.
7. Penerimaan Sosial dan Budaya
Jenis makanan yang tidak sesuai preferensi budaya atau agama dapat juga dapat ditolak.
Oleh karena itu, menu harus disesuaikan dengan keanekaragaman budaya di setiap daerah.
8. Monitoring dan Evaluasi yang Lemah
Tanpa sistem pemantauan yang baik, sulit mengukur keberhasilan program.
Pengumpulan data berkala perlu untuk mengevaluasi dampak program dan membuat perbaikan yang diperlukan.
9. Korupsi dan Penyalahgunaan Anggaran
Kemudian, FIAN Indonesia mencatat potensi korupsi, mulai dari pengadaan hingga distribusi bahan pangan.
Transparansi dan pengawasan ketat harus juga harus ketat agar anggaran bisa terlaksana sesuai tujuan.
10. Kurangnya Peran Guru dan Sekolah
Selanjutnya, keterlibatan guru dan pihak sekolah sangat penting.
Tanpa mereka, pelaksanaan program tidak akan maksimal.
Guru juga perlu pemerintah libatkan sejak awal perencanaan dan diberikan pelatihan khusus terkait pentingnya gizi bagi anak.
Maka dari itu, Program Makan Bergizi Gratis harus seiring dengan sinergi lintas sektor, dari pemerintah hingga masyarakat.
Dengan perencanaan matang, kolaborasi, dan pengawasan ketat, program ini dapat menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas hidup generasi penerus Indonesia.
Be First to Comment