Kampartra Post- Kasus konflik antara manusia dan harimau di Riau terus memprihatinkan, dengan laporan 15 serangan sejak 2018 yang menewaskan 13 orang dan melukai dua lainnya.
Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mengaitkan meningkatnya konflik ini dengan deforestasi masif yang menghancurkan habitat alami harimau.
Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, mengungkapkan bahwa tujuh kantong habitat harimau yang teridentifikasi sejak 2016 telah berubah fungsi menjadi hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan sawit.
“Pada wilayah tersebut, terdapat 36 perusahaan HTI dan 8 perkebunan sawit yang menjadi penyumbang utama deforestasi,” jelas Okto, Jumat (3/1/2025).
Kemudian, selama sembilan tahun terakhir, Jikalahari mencatat kehilangan hutan seluas 141.076 hektare pada kantong habitat harimau.
Pada Semenanjung Kampar, 33 persen deforestasi berasal dari aktivitas korporasi.
Sementara pada Senepis, angka ini melonjak hingga 79 persen.
Akibatnya, harimau terpaksa mencari makan pada permukiman manusia, memicu konflik yang mematikan.
Follow Instagram Kampartra Post untuk Berita Menarik Lainnya
Sebaliknya, kawasan Bukit Rimbang Baling dengan deforestasi rendah jarang mencatat konflik serupa.
Pada kawasan itu menunjukkan hubungan langsung antara hilangnya tutupan hutan dan interaksi manusia-satwa liar.
Jikalahari mendesak penghentian deforestasi di kantong habitat harimau.
“Jika aktivitas ini tidak kita hentikan, konflik akan terus meningkat, membahayakan manusia dan keberlangsungan harimau sebagai satwa dilindungi,” tegas Okto.
Langkah konkret harus segera diambil demi melindungi manusia dan menjaga ekosistem hutan.
Be First to Comment