Kaderisasi Ormawa; Saatnya Mengakhiri Praktik Intimidasi yang Merusak
Kampartrapost- Di tengah perkembangan zaman yang semakin canggih, kita masih melihat praktik intimidasi dan senioritas yang menghambat kebebasan mahasiswa.
Padahal kampus adalah tempat di mana masa depan bangsa dibangun. Di sinilah mahasiswa seharusnya bisa berbagi pemikiran, belajar, dan mengembangkan karakter.
Intimidasi sering kali terlihat dalam bentuk intimidasi dan bahkan kekerasan, terutama yang dialami oleh mahasiswa baru di Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS).
Ini bukan hanya mengganggu proses belajar, tetapi juga menciptakan ketegangan antara junior dan senior.
Sayangnya, praktik ini sudah berlangsung lama dan tampaknya sulit untuk dihapuskan dari budaya kampus.
Fenomena Intimidasi di Dunia Pendidikan
Dalam catatan sejarah kita bisa melihat dari pengalaman Muhammad Roem, yang menjadi korban intimidasi di sekolah kedokteran Batavia pada tahun 1898 yang mengisahkan bagaimana mahasiswa baru itu harus tunduk dan melayani seniornya.
Pengalaman pahit seperti ini tidak seharusnya terjadi lagi di era yang lebih modern.
Mahasiswa baru, yang seharusnya mendapatkan bimbingan dan pengenalan yang baik, akan tetapi sekarang malah diperlakukan dengan cara yang tidak manusiawi.
Ini hanya menambah daftar panjang pelanggaran hak di dunia pendidikan.
Akibat perbuatan intimidasi ini, banyak mahasiswa baru yang menjadi enggan untuk terlibat dalam kegiatan organisasi setelah mengalami tekanan dari senior.
Kita bahkan mendengar kasus tragis yang berujung pada kematian, yang menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.
Praktik semacam ini tidak hanya merusak rasa aman mahasiswa, tetapi juga menghambat proses belajar dan kreativitas yang seharusnya menjadi fokus utama di kampus.
Perubahan Sistem Kaderisasi sebagai Solusi
Untuk mengatasi masalah ini, kita semua, baik institusi pendidikan maupun organisasi mahasiswa, perlu menyadari pentingnya perubahan. Kita harus berkomitmen untuk merevolusi sistem kaderisasi agar lebih bersahabat dan inklusif. Kaderisasi seharusnya menjadi jembatan yang menghubungkan generasi, bukan alat untuk menindas.
Para senior perlu menyadari peran mereka sebagai teladan, bukan sebagai pengintimidasi.
Dengan memberikan contoh melalui prestasi dan dukungan kepada junior, kita dapat membantu mahasiswa baru untuk berkembang dan berinovasi.
Kaderisasi yang baik harus berfokus pada pembentukan karakter, kepemimpinan, dan kolaborasi yang positif.
Menuju Kaderisasi Humanis dan Kampus yang Produktif
Ini akan memungkinkan mahasiswa untuk tidak hanya berpartisipasi, tetapi juga menjadi agen perubahan yang aktif di masyarakat. Dengan langkah-langkah konkret ini, kita bisa menciptakan lingkungan kampus yang aman, kreatif, dan produktif untuk semua mahasiswa.
Sudah saatnya kita menghentikan praktik intimidasi yang merugikan. Jika organisasi mahasiswa, terutama HMP, ingin tetap relevan dan berkembang, kita harus bergerak menuju kaderisasi yang lebih manusiawi dan visioner.